Monday, September 17, 2012

Refleksi 1000 Hari Wafat Gus Dur, Koran Tempo, 15-9-2012: MERAWAT SEMANGAT MENGHARGAI PERBEDAAN Artikel Tom Saaptaatmaja ke 977


Pada 25 September 2012, genap 1000 hari Wafat Gus Dur. Terkait ini, baik sebelum maupun sesudah tanggal tersebut, digelar peringatan di berbagai tempat, antara lain di kediaman almarhum di  Ciganjur Jakarta. Seperti diketahui, Gus Dur wafat pada Rabu (30/12/2009) dan dimakamkan di pemakaman Bani Hasyim di Pesantren Tebuireng, Jombang pada akhir tahun 2009. Di makam itu juga telah disemayamkan Hasyim Asy'ari, kakek Gus Dur dan Wahid Hasyim, ayah Gus Dur. 

Pasca pemakaman itu, merebak usulan Gus Dur ditetapkan sebagai pahlawan nasional.Namun  usulan ini belum bisa direalisasi oleh pemerintah.Kelak bila dinyatakan sebagai pahlawan, dia akan menyusul kakeknya Hasyim Asya'ari (Pendiri NU) dan Wahid Hasyim,  ayah Gus Dur yang sudah dinyatakan sebagai pahlawan nasional.

Namun sejatinya Gus Dur selalu menjadi pahlawan dalam hati siapapun yang mengaguminya. Dalam kamus bahasa Indonesia (Balai Pusaka, 199), pahlawan diberi makna  sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbannya dalam membela kebenaran atau  pejuang yang gagah berani.

Dan di sepanjang hidupnya,  Gus Dur selalu heroik dalam cara berpikir, meski tetap bersikap  moderat.Gus Dur juga selalu bertindak bak pahlawan karena konsistensi perjuangannya pada topik keagamaan, kemanusiaan, pluralitas dan demokrasi.

Kita tidak mungkin meniru almarhum.Biarlah cuma ada satu Gus Dur di muka bumi ini. Yang wajib kita lanjutkan adalah cara hidup, pemikiran dan perjuangannya, bagaimana almarhum selalu membela mereka yang dipinggirkan dan ditindas. Bagaimana Gus Dur mengajarkan tentang keterbukaan guna menjunjungi tinggi harkat dan martabat manusia.

Dan di atas semuanya, bagaimana Gus Dur selalu heroik tiap  membahas tentang pluralitas dan demokrasi yang masih menjadi perjuangan panjang bangsa kita. Ibaratnya lautan, Gus Dur menjadi sosok yang mampu  menampung dan memahami pemikiran atau entitas apapun. Gus Dur tak pernah alergi pada perbedaan. Semasa masih menjabat jadi Presiden, mulai 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001, Gus Dur pernah berkata:”setanpun boleh bertamu di Istana”.

Dialog dan Silaturahmi

Oleh karena itu, dialog, diskusi dua arah dan bukan monolog, selalu digemari oleh Gus Dur. Tidak heran menurut Mbak Yenny, putri almarhum, semasa hidupnya yang membentang selama 69 tahun, nyaris setiap hari Gus Dur selalu punya agenda menerima tamu atau bertamu ke siapa saja. Tiada hari tanpa tamu dalam kehidupan Gus Dur. Semangat mengedepankan dialog,  bersilaturahmi atau berkomunikasi inilah yang perlu kita lanjutkan.

Bahkan, walau sudah tiada, tampaknya Gus Dur seperti terus berkomunikasi dengan mereka yang mengaguminya. Simak saja, di makam Gus Dur yang berada di bagian belakang pekarangan Pondok Pesantren Tebuireng di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, ratusan bahkan ribuan orang dari berbagai kalangan tiap hari ramai berjiarah di kompleks pemakaman yang luasnya hanya 100 meter persegi itu. Tahun 2011 lalu, jumlah peziarah di makam Gus Dur diperkirakan mencapai satu juta orang.

Yang menarik, bukan hanya Umat Islam atau warga Nahdliyin saja yang berziarah. Nyaris  semua lapisan, golongan dan agama ada di antara deretan para pejiarah di makam Gus Dur. Ada  pastor, pendeta, biku, penganut Hindu, Budha, umat kristiani dan penghayat aliran kepercayaan atau yang sekuler dan agnostik sekalipun.

Para pejiarah beretnis Tionghoa juga tampak selalu ada, entah yang beragama Konghucu,  Tao atau yang lain.Secara khusus etnis Tionghoa memang sangat berutang budi pada Gus Dur, yang digelari dengan sebutan Bapak Tionghoa Indonesia dan Bapak Pluralisme Indonesia. Harus diakui, karena jasa Gus Dur, segala bentuk diskriminasi, termasuk apa yang disebut pembunuhahan budaya Tionghoa (“cultural genocide”)  yang dilakukan pemerintah Orba dihapus. Memang  sejak Soeharto berkuasa pasca 1965, semua kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat-istiadat Tionghoa tidak boleh dilakukan lagi, termasuk Imlek. Larangan itu tertuang dalam Inpres No 14/1967. Etnis Tionghoapun dipinggirkan dan akhirnya hanya berkutat di bidang ekonomi.Berkat Gus Dur, etnis ini akhirnya kembali dianggap setara dengan anak bangsa yang lain dalam rumah yang bernama Indonesia.

Macam-macam motif orang yang hadir dan berdoa di makam Gus Dur. Namun kebanyakan, para pejiarah memang dipenuhi dengan rasa kagum, rasa hormat dan rasa syukur atas jasa-jasa almarhum bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Merawat dan Merindukan

Dengan kata lain, ramainya para peziarah lintas agama di makam Gus Dur seolah hendak mengungkapkan kerinduan akan hadirnya kembali sosok Gus Dur yang begitu menghargai keragaman dan perbedaan.

Kerinduan semacam ini tentu saja  masuk akal, mengingat negri kita dahulu dikenal sebagai negri yang ramah atas berbagai macam perbedaan (suku, agama, ras, antar golongan atau SARA).Bahkan toleransi dan penghargaan kita pada keberagaman diapresiasi di mana-mana. Namun sayang, hari-hari ini, negeri yang pernah dikenal sebagai negri yang ramah pada perbedaan, kini seolah mengalami kemerosotan sehingga kerap dilanda amarah dan amuk massa karena  kurang  menghargai perbedaan.Seolah perbedaan menjadi musuh.Kebhinekaan menjadi cela yang disesali.

Simak saja, beberapa tempat ibadah disegel dan aksi kekerasan atau teror juga terus menyasar kemana-mana.Orang gampang saling menyesatkan,mengkafirkan bahkan membunuh karena perbedaan agama atau keyakinan.Kekerasan dan spirit komunalisme merebak di seantero negeri.Tawuran antar pelajar/mahasiswa, bentrok antar kampung atau serangan ke kelompok minoritas yang dainggap sesat, menjadi fenomena sehar-hari.

Mengingat Gus Dur tak mungkin dihidupkan kembali, jelas spiritnya yang selalu menghargai perbedaan, harus kita rawat dan pelihara. NKRI dalam bahaya, ketika tiada lagi  penghargaan pada perbedaan, mengingat keragaman adalah keniscayaan kita.

Maka kita yang mengagumi sosok dan pemikiran Gus Dur,  jelas perlu ambil bagian dalam merawat  spirit atau semangat Gus Dur yang inklusif di atas.Sebab penghargaan pada perbedaan dalam dunia yang beragam dewasa ini, terlebih di negeri kita merupakan kunci bagi terciptanya perdamaian dan persaudaraan sejati dan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan. Dan masa depan Indonesia, bahkan dunia amat tergantung pada sejauh mana pemikiran yang menghargai perbedaan dan keragaman terus diberi ruang. Terimakasih Gus, para Gusdurian akan selalu merindukanmu.

Permohonan Maaf Saya:Di Koran Tempo 15 September, ditulis peringatan 1000 hari wafat Gus Dur jatuh pada 17 September 2021, padahal sesusungguhnya jatuh pada 25 September 2012.

Friday, September 14, 2012

12 September 2012 Farooq Tariq: Mengabaikan fundamentalisme agama merupakan kejahatan (Sumber Indoprogress.com)

PERKEMBANGAN pesat konflik kekerasan komunal-sektarian saat ini, sudah mencapai tahap yang sangat mengkhawatirkan. Pelaku kekerasan ini bukan hanya memperoleh ruang untuk bergerak secara fisik, tapi juga ruang kebebasan untuk mempropagandakan garis ideologinya. Menariknya, tidak ada respon yang cukup dari kalangan kiri terhadap aksi-aksi politik dan ideologi kaum Islamis itu.

Bagaimana seharusnya kaum Kiri merespon kekuatan Islamis saat ini, terutama seksi radikalnya? Berikut ini, percakapan Zely Ariane dari Partai Pembebasan Rakyat (PPR) dengan Farooq Tariq, juru bicara nasional Partai Buruh Pakistan (Labour Party Pakistan), dalam satu kesempatan pada akhir Juli 12012, di Manila, Filipina.

Zely Ariane (ZA): Terdapat peningkatan jumlah kelompok-kelompok Islam fundamentalis reaksioner yang mengancam agama minoritas, kaum perempuan, dan kelompok-kelompok LGBT serta prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia. Aktivitas mereka menciptakan atmosfer yang baru, yang membuat kami harus menanggapinya dengan serius. Saya ingin mendapatkan kesan dari apa yang sedang kawan-kawan perjuangkan di Pakistan, sebagai sebuah partai sosialis dalam menanggapi secara serius isu ini.

Farooq Tariq (FT): Setelah 9/11 2011, fundamentalisme agama menjadi meningkat. Semua upaya kekuatan imperialis mengatasi berbagai aktivitas kaum fundamentalis dengan cara-cara muliter telah gagal. Fundamentalisme dalam berbagai bentuk telah berkembang. Mereka tumbuh sebagai kekuatan politik, mereka tumbuh menjadi kekuatan yang sangat militan, kelompok-kelompok baru bermunculan, cara-cara baru serangan bunuh diri telah terjadi tak saja di Pakistan dan Afganishtan, bahkan meluas ke beberapa negara Afrika, dan juga Indonesia. Dan serangan tersebut disebarkan oleh kaum fanatik keagamaan sebagai suatu jalan perlawanan.

Fundamentalisme sebagai suatu kekuatan harus direspon atas landasan politik, ia mesti dianggap serius. Jangan kita anggap bahwa imperialisme akan melakukannya untuk kita dengan merepresi dan membunuh mereka, melalui serangan pesawat pembom, melalui perang terhadap teror ala mereka, dan seterusnya. Osama bin Laden dibunuh, tetapi tidak gagasannya, gagasannya masih hidup. Osama bin Laden yang baru telah tampil ke muka, dengan nama dan aktivitas lain. Apakah aktivitas mereka berkurang setelah kematian Osama? Tidak. Berbagai hal menjadi semakin buruk setelah kematiannya, karena kematian Osama dielu-elukan oleh Amerika Serikat sebagai suatu kemenangan bagi mereka. Presiden AS langsung siaran dan mengatakan bahwa kematian Osama dapat menjadi akhir dari fanatisisme. Namun kita bisa menyaksikan bahwa sejak 15 Mei 2011 setelah kematian Osama, kaum fundamentalis tidak mengurangi aktivitasnya. Mereka bangkit dalam berbagai bentuk, butuh sedikit waktu saja bagi mereka mereorganisasikan diri. Di Pakistan terdapat lebih banyak serangan bunuh diri, terdapat lebih banyak kaum fundamentalis dengan berbagai wujudnya, dan kami menyaksikan peningkatan mereka di lapangan parlemen. Di Mesir mereka memenangkan kekuasaan, mereka hanya kalah sedikit di Libya, mendapatkan lebih banyak dukungan di Aljazair, Tunisia. Jadi kita dapat melihat kemajuan yang mereka lakukan, juga di Indonesia. Pertumbuhan fundamentalisme harus dianggap sangat serius oleh kaum kiri.

Saya dapat katakan di sini bahwa kami memiliki perdebatan yang panjang di dalam partai tahun 1998-1999 dan 2000 tentang perkembangan fundamentalisme. Terdapat dua kecenderungan dalam partai, pertama yang mengatakan bahwa pertumbuhan fundamentalisme dirancang oleh kekuatan imperialis, dan kapanpun mereka mau fundamentalis dapat dicampakkan. Kecenderungan ini mengatakan bahwa kaum fundamentalis dipromosikan oleh imperliasme, dan mereka akan selalu dikontrol oleh imperialis. Ini sebelum 9/11. Saya adalah salah satu pimpinan di partai yang mengatakan bahwa fundamentalisme akan maju dengan pesat, karena krisis kapitalisme, dan karena ketidakmampuan partai-partai kapitalis mengatasi persoalan rakyat. Sehingga fundamentalisme akan dilihat menjadi semacam alternatif. Saya tidak menyadari sejauh mana mereka akan melaju menyerang AS, seperti 9/11.

Dikatakan oleh beberapa kawan bahwa fundamentalisme layaknya sebuah balon berisi udara: kau tusukkan jarum maka ia akan meledak, udara akan keluar dan balon akan menyusut ke ukuran aslinya. Kami bilang tidak, ini bukan sebuah balon, ini adalah suatu masalah nyata, monster yang nyata, dibesarkan oleh kekuatan imperialis namun telah lepas dari kontrolnya. Kita lihat 9/11 dan lalu di tahun 2002, fundamentalisme untuk pertama kalinya di Pakistan mendapatkan lebih dari 50 persen suara. Sebelumnya, mereka tidak pernah mendapatkan suara lebih dari tiga atau empat persen. Mereka tidak bisa mengalahkan rekor ini di tahun 2008 karena beberapa faktor. Terdapat oposisi dari kami dan beberapa kekuatan fundamentalis melakukan boikot pemilu sementara beberapa lainnya berpartisipasi. Sehingga kekuatan fundamentalis terpecah pada pemilu 2008. Memberi jalan pada mayoritas PPP (Partai Rakyat Pakistan) di parlemen.

Namun inilah fenomena nyata yang harus kita hadapi. Dan kaum kiri seharusnya jangan menganggap ini bukan masalah mereka, jangan pikir orang lain akan mengatasi masalah ini untuk mereka, kaum kiri harus menanggapinya dengan serius. Meskipun mereka bukan musuh utama, seperti halnya sistem kapitalis. Namun, kita mesti terus mengawasi pertumbuhan musuh ini, yang mengancam, utamanya, seksi paling lemah kelas kita, yaitu kaum perempuan dan minoritas agama. Seksi-seksi inilah yang paling terancam dengan perkembangan fundamentalisme

ZA: Seperti yang bung katakan tadi bahwa kecenderungan serangan bunuh diri meningkat. Di Indonesia pernah terjadi, dan Jemaah Islamiyah Indonesia dituduh melakukannya, dan mungkin mereka memang melakukannya, namun adakah bung tahu kemungkinan hubungan antara kekuatan fundamentalisme Iskam di Indonesia dan Pakistan? Kadang pemerintah mengatakan bahwa fundamentalis Indonesia dilatih di Pakistan.

FT: Saya pikir kelompok-kelompok fundamentalis adalah penganut internasionalisme. Mereka hendak mengubah dunia menjadi dunia berdasarkan keyakinannya, sehingga itu tidak saja menjadi kecenderungan nasional di Indonesia dan Pakistan. Terdapat berbagai pengelompokan dan kecenderungan re-pengelompokan fundamentalis internasional. Terdapat Jemaah Islamiyah Indonesia, Jemaah Islamiyah Malaysia, dll. Terdapat juga Jemaah Islamiyah Bangladesh. Jadi ada berbagai internasional, dan fundamentalis bersatu atas suatu landasan internasional. Dan kita lihat orang yang bertanggung jawab terhadap bom Bali ditemukan di Pakistan. Salah seorang di antara mereka baru-baru ini dikenakan 20 tahun penjara di Indonesia, dan ia ditangkap di Pakistan. Jadi fundamentalis Indonesia telah memiliki kontak lama dengan fundamentalis Pakistan dan itu harus diungkapkan oleh kekuatan kiri. Al Qaeda bukanlah organisasi nasional. Mereka menjadi lebih berbahaya karena mereka memiliki suatu agenda politik internasional untuk menguasai dunia. Indonesia adalah salah satu negeri dimana mayoritasnya adalah muslim. Kamu dapat lihat dari berbagai aspek kehidupan bahwa fundamentalis mengumpulkan dukungan.

Kelompok-kelompok (Islam) moderat membuka jalan bagi fundamentalis garis keras. Dan itu kecenderungan sangat berbahaya di Indonesia, dan saya pikir kaum sosialis Indonesia harus menanggapi fenomena itu dengan serius.

ZA: Apa pendapat bung mengenai koneksi antara tentara dan kelompok fundamentalis agama di Pakistan? Di Indonesia, terdapat sejarah kerjasama semacam itu, tapi kadang, kaum kiri menyederhanakan fenomena fundamentalisme sekadar sebagai bentukan dari militer.

FT: Setiap kaum fundamentalis tumbuh, dijelaskan oleh sebagian kelompok kiri sebagai kerja rahasia dari Amerika atau tentara, dan ISI (Inter-Services Intelligent Pakistan). Dalam pandangan ini, fundamentalis hanya suruhan militer. Untuk beberapa hal itu benar pada satu waktu, namun sekarang mereka menjadi suatu kekuatan nyata, suatu kekuatan politik. Mereka adalah kekuatan yang kokoh, mereka mendapatkan simpati dari banyak kaum muslim di Pakistan, mereka dilihat sebagai anti imperialis. Gagasan fundamentalisme agamalah yang dipandang simpati oleh banyak kaum muslim, karena setelah 9/11 kebijakan AS justru membuka jalan bagi hal ini. Bagi muslim seluruh dunia hidup menjadi lebih sulit.

Satu hal yang benar untuk Pakistan, dan saya pikir juga demikian untuk Indonesia, bahwa banyak kekuatan fundamentalis datang dari orang yang pergi meninggalkan negeri. Kelompok fundamentalis ini mengumpulkan banyak uang dari Barat, setiap para pimpinannya pergi ke Barat kembali dengan tas penuh uang. Kaum imigran di Barat yang merasakan tekanan akibat rasisme, mengidentifikasi diri lebih kuat sebagai suatu kelompok agama dan berpikir bahwa (dengan membantu kaum fundamentalis) mereka sedang berkontribusi untuk suatu hal baik di negeri mereka sendiri.

ZA: Sebagian kelompok kiri mengatakan bahwa kaum fundamentalis juga bagian dari kelas pekerja karena sebagian besar mereka berasal dari seksi lebih miskin dari masyarakat.

FT: Saya mendengar argumentasi semacam ini berulang kali, mengklaim bahwa mereka berasal dari kelas pekerja, (bahkan) mereka adalah gerakan kelas pekerja, dan bahwa kita mesti mendukung, kita mesti bergabung dengan mereka dalam rangka membongkar gagasan fundamentalisme, dan lain-lain. Saya pikir semua itu adalah pendapat yang salah. Komposisi kelas fundamentalisme relijius utamanya adalah kelas menengah, dan menengah ke atas, dan mereka bukanlah gerakan berbasis kelas, melainkan gerakan berbasis agama… mereka ingin kaum muslim bergabung, mereka tidak mau kaum pekerja bergabung. Mereka tidak mau sedikitpun kontradiksi kelas di dalam jajaran mereka. Di Pakistan gagasan yang salah ini seringkali disebarluaskan oleh kelompok kiri yang mengatakan bahwa kelas pekerja Pashtun mendukung Taliban dan sebagainya, namun saya pikir itu tidak benar, dan juga di Indonesia. Menganggap karena mempertimbangkan asal kelas fundamentalis maka kita seharusnya memiliki suatu sikap berbeda, bahkan positif terhadap mereka, dan kita harus mencoba bekerja bersama mereka, adalah suatu kesalahan. Akan menjadi kejatuhan kiri yang luar biasa jika kaum kiri bersama-sama kelompok fundamentalis.

Saya cukup tahu tentang Dita Sari, mantan ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD). Kami berdebat dengannya, mendesaknya untuk tidak mengikuti pemilu dengan tiket dari partai Islam, meskipun bukan partai fundamentalis, hanya partai relijius. Terdapat garis sangat tipis antara partai-partai relijius dan fundamentalis. Karena partai-partai relijius adalah basis bagi partai-partai fundamentalis, mereka adalah halaman rumah dimana fundamentalis dapat dengan leluasa bermain. Para pimpinan PRD lainnya memilih strategi yang salah karena bekerja dengan partai relijius. Saya berdebat dengan Dita Sari di tahun 2007 terkait isu ini, namun ia pikir mereka (PRD) dapat masuk ke parlemen dan melakukan berbagai hal yang mereka inginkan. Saya bertanya; ‘parlemen apa?’ Parlemen ini tidak akan benar-benar membantu partaimu untuk tumbuh, hanya perjuangan kelas yang bisa, hanya perjuangan kelas di jalanan, pergerakaan massa, perjuangan rakyat, perjuangan melawan fundamentalisme yang akan membuka jalan bagi kesuksesan PRD. Dan sekarang kita saksikan kolapsnya partai itu, sangat disayangkan. Saya sangat menghormati Dita Sari dan pengorbanannya, dan seluruh (aktivitas) partai benar-benar seperti suatu contoh cemerlang bagi partai-partai di Asia yang berjuang melawan kediktatoran, yang berjuang untuk hak-hak kelas pekerja. PRD adalah contoh jenis partai yang hendak kami bangun di Pakistan. Ketika kami mulai membangun LPP, PRD adalah ide yang kami contoh, yang dapat tumbuh dan melakukan pengorbanan. Dan ketika Soeharto dikalahkan kami berharap partai ini bisa tumbuh dengan luar biasa, dan itu terjadi dalam beberapa hal, PRD memang tumbuh dan menarik banyak orang. Namun sayangnya pilihan yang salah dapat berarti bencana. Itu adalah suatu kejahatan dari kepemimpinan PRD. Namun saya pikir mengabaikan fundamentalisme juga merupakan kejahatan. Jika anda meremehkannya, anda akan membayar harganya di masa depan.

ZA: Tentang kampanye melawan fundamentalisme. Bagaimana pengalaman LPP dalam kampanye solidaritas terhadap Gubernur Punjab dan seorang perempuan Hindu yang pindah agama. Di Indonesia, kami mendukung aliansi melawan FPI, mendukung petisi melawan mereka, namun bagian kelompok kiri lain tidak bergabung karena berbagai alasan yang didiskusikan sebelumnya.

FT: Kami selalu mencoba bersatu dengan berbagai tren melawan fundamentalisme. Karena perjuangan ini adalah perjuangan besar, kami perlu kekuatan besar untuk melawan mereka. Kami selalu mencoba menyatukan organisasi sosial, LSM, serikat buruh, partai-partai politik, dalam perlawanan nasional terhadap fundamentalisme. Kami telah membentuk Komite Aksi Bersama untuk Hak-hak Rakyat. Komite ini tidak punya struktur, hanya komite saja, namun ia berkumpul bersama untuk beraksi atas berbagai isu. Ia adalah pergerakan. Satu waktu, LPP dianggap sebagai partai LSM karena dalam masyarakat yang dikontrol oleh feodalisme dan fundamentalisme dan imperialisme, kami perlu melakukan berbagai kerja sosial dengan organisasi-organisasi sosial, dan mencoba meradikalisasi mereka. Jadi kami telah bekerja dengan organisasi-organisasi sosial dalam perjuangan melawan fundamentalisme ini, kami selalu mencoba bersatu dengan kiri yang lain, dengan serikat buruh, dan gerakan sosial lainnya.

Ketika seorang perempuan Hindu di Sindh dipaksa masuk Islam, LPP lah yang berinisiatif menggelar reli disepanjang Sindh. Terjadi reli di Hyderabad, kota kedua terbesar, dan satu lagi di Karachi. Namun reli di Hyderabad diserang oleh kelompok fundamentalis Sunni Tehreek, yang mengatakan bahwa kami melawan UU anti-blasphemy (anti penghujatan agama Islam) dan reli tersebut melawan fundamentalisme. Mereka menyerang kami, kami balik melawan. Polisi datang, fundamentalis berkumpul, dan semua kawan kami, sekitar seratus orang, ditangkap. Dan ini hanyalah untuk melawan kasus dimana seorang perempuan Hindu miskin dipaksa masuk Islam. Kami mendukung kebebasan memilih namun kami tahu bahwa itu adalah pemaksaan terhadap perempuan ini.

Setelah 8 jam ditahan, kawan-kawan kami dilepaskan dari tahanan, dan fundamentalis gagal menggulirkan tuntutan melawan kami berbasiskan UU anti-blasphemy. Hukuman bagi penghujatan agama di Pakistan adalah hukuman mati. Itulah satu contoh strategi kami. Kami tidak pernah berkompromi dalam mempertahankan minoritas di Pakistan yang utamanya adalah Hindu dan Kristen. Ini adalah tugas utama kami sebagai sosialis untuk membela yang paling tertindas, dan minoritas adalah di antara mereka yang paling tertindas.

Kasus lain di Punjab tahun lalu adalah pembunuhan terhadap gubernur Punjab. Punjab adalah propinsi terbesar di Pakistan. Gubernur berasal dari Partai Rakyat Pakistan, ia bersimpati dengan seorang perempuan Kristen yang ditahan dan dihukum atas tuduhan penghujatan. Ia datang ke penjara untuk menemuinya, ia bicara pada pers memberi dukungan pada perempuan ini. Fundamentalis mengatakan bahwa ia telah melakukan penghujatan karena mendukung perempuan yang dituduh membuat komentar bernada penghujatan. Gubernur ini adalah seorang borjuis liberal yang berani membela perempuan ini. Dan apa yang terjadi padanya? Pengawalnya sendiri, yang dipengaruhi oleh fundamentalis, membunuhnya. Dan PPP, partainya sendiri, menolak untuk membelanya karena mereka tidak mau berhadapan dengan fundamentalis, mereka hanya menutup mata, dan bungkam. Sehingga kami mengambil inisiatif mengorganisasikan pengutukan terhadap pembunuhan itu untuk pertama kalinya, pengutukan rakyat (atas kejadian itu). Kami katakan, bahwa kami akan menyalakan lilin di depan rumah gubernur. Dan ribuan orang datang untuk memberi penghormatan. Kami punya banyak masalah dengan gubernur ini secara politik, namun ketika kami berjuang melawan fundamentalisme kami harus bersatu dengan kaum liberal… Kami harus bersama, kami harus sangat fleksibel dalam hal-hal yang taktis dan mahir menangani situasi. Kami harus fleksibel dalam taktik dan teguh dalam prinsip. Hal yang baik ketika keluarga gubernur merasa senang dengan inisiatif yang dilakukan oleh LPP pada waktu itu.

ZA: Bung bilang tadi kelompok kiri lain juga ambil bagian dalam kampanye melawan fundamentalisme ini, tak hanya LPP. Saya jadi ingin tahu lebih banyak tentang program persatuan kiri saat ini di Pakistan.

FT: Sejak partai didirikan tahun 1997, kami selalu mencoba untuk bekerja dengan berbagai aliran kiri di Pakistan. Meskipun kami berlatar belakang Trotskyst, kami tidak akan membangun suatu partai berupa partai Trotskyst. Kami ingin membagun suatu partai marxist, suatu partai sosialis. Oleh karena itu kami memilih nama yang biasa: Partai Buruh. Dan ide dibalik nama ini adalah ia harus menjadi suatu partai berbasis kelas, dan ia harus menarik banyak tren, orang-orang dari berbagai latar belakang, dan mereka harus bersatu dalam membentuk partai, namun disaat bersamaan mereka dapat tidak bersetuju pada persoalan-persoalan historis. Karena setelah kejatuhan stalinisme dan serangan kapitalisme setelah 1990-an, pertentangan di kalangan kiri menjadi tidak begitu penting. Situasinya tak sama dengan sebelum 1990-an. Saya ingat banyak sikap-sikap sektarian yang juga kami punya pada saat itu. Juga karena serangan kapitalisme membuat kaum kiri terancam, sehingga mereka harus bersatu. Dan saya pikir di negeri seperti Pakistan, gagasan Trotsky, teori Revolusi Permanen memenangkan banyak pendukung stalinis karena ia menolak aliansi dengan borjuasi. Gagasan itu melawan teori revolusi yang ditahapkan, dan bahwa borjuasi tak dapat mengulang peran historis mereka seperti dalam revolusi politik demokratik di Eropa. Borjuasi tidak dapat mengakhiri imperialisme, tidak dapat membawa demokrasi, tidak dapat menyatukan bangsa, juga tidak dapat memisahkan negara dari agama atau menstimulasi industrialisasi.

Jadi kami telah bekerja bersama dengan berbagai partai dan kelompok, kami selalu mencoba untuk bersatu. Di tahun 2006 kami membentuk Awami Jamhoori Tareek (AJT), dan saya menjadi sekretarisnya, dengan tujuh kelompok kiri lainnya di Pakistan, dan kami mengorganisasikan banyak kegiatan yang sangat sukses. Namun hal itu tak dapat berlangsung lebih lanjut karena sikap-sikap sektarian dari beberapa kelompok. Namun kami tetap bersama dalam pergerakan para pengacara, kami bersatu dalam perjuangan melawan fundamentalisme. Tahun lalu diskusi dimulai dengan bagaimana menyatukan tiga partai: Labor Party, Workers Party dan Awami Party Pakistan. Semua partai ini telah mendirikan komite merjer masing-masing. LPP juga membetuk komite merjernya di pertemuan komite federal yang diselenggarakan di Aktabaad, kota dimana Osama bin Laden dibunuh. Kami meyakinkan bahwa persatuan kiri harus berbasis suatu program sosialis, bukan program anti kapitalis. Anti kapitalis tidak cukup. Argumentasi kami didukung dan kedua partai bersetuju. Sosialisme ilmiah lah yang kami bicarakan dan sentralisme demokratik, metode organisasi leninis, dan sebagainya…

Di bulan Agustus pembicaraan akan berlanjut dalam hal bentuk organisasional dan kemudian kami akan kembali ke partai kami masing-masing. Jika negosiasi berujung pada kesimpulan dan kami memiliki kesepakatan, maka akan ada pertemuan khusus komite federal LPP. Kami tidak mau mengambil keputusan dengan terburu-buru, kami harus yakin. Sekali anda merjer, maka itulah partai anda. Dan kami mengalami 20 tahun masalah dalam proyek semacam itu, sehingga kami juga perlu belajar dari pengalaman orang lain, baik negatif maupun positif.

Suatu partai persatuan kiri akan menarik banyak kaum muda yang teradikalisasi. Saat ini terdapat banyak kebingungan ke partai mana mereka mesti bergabung, karena semua partai kiri yang berbeda-beda ada. Dan mereka bertanya: apa perbedaan kalian? Saya harap ini akan menjadi satu langkah besar ke depan bagi kemajuan gagasan kiri jika negosiasi merjer sukses dan partai-partai setuju. Jika kami sanggup membentuk satu partai kiri besar, ia akan punya potensi untuk tumbuh dan mungkin bisa juga memenangkan beberapa kursi di parlemen. ***