Tuesday, October 9, 2012

Seribu Hari Gus Dur, Frans Seda dan NKRI, Mingguan HIDUP 7 Oktober 2012


Tidak terasa, sudah 1000 hari, kita ditinggal dua sosok besar negeri ini.Pertama KH Abdurrahman Wahid yang 1000 harinya jatuh pada 25/9/2012.Kedua Frans Seda yang 1000 harinya  pada 26/9/ 2012.
Seperti diketahui, Gus Dur yang lahir 4/8/1940, wafat pada Rabu (30/12/2009) dan dimakamkan di Jombang pada akhir tahun 2009.Sedangkan Frans Seda yang lahir di Flores, 4/10/1926,  meninggal pada 31/12/2009. Almarhum dimakamkan San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (2/1/2010).Selain Menkeu di awal Orde Baru (1966-1968), Frans juga   Menteri Perkebunan (1963-1964) dan Menteri Perhubungan dan Pariwisata (1968-1973). Gus Dur dan Frans merupakan putra terbaik bangsa ini.
Jembatan
Banyak hal bisa ditulis tentang kedua tokoh ini. Namun, yang menonjol bahwa hidup keduanya ibarat jembatan yang menghubungan banyak orang dari segala lapisan, dalam upaya untuk membangun kehendak baik, mengembangkan semangat dialog, menjalin talisilaturahmi,  memperjuangkan  perdamaian dan kerukunan di sebuah dunia yang rentan terjadi kekerasan, konflik dan kesalahpahaman.
Relasi yang intens antara Gus Dur dengan Gereja,  dimulai ketika terjadi kerusuhan Situbondo pada 1996 (Greg Barton, “Gus Dur:The Authorized Biography of Abduraahman Wahid”,2002, hal 287 dan 288).Dalam kerusuhan yang ditujukan pada gereja dan umat kristiani itu, Gus Dur sebagai Ketua PBNU bahkan berani meminta maaf..
Namun kerusuhan itu membawa hikmah, mulai terjalinnya komunikasi antara umat Islam, khususnya kaum Nahdlyin dengan umat kristiani. Gus Dur berpesan pada tokoh dan umat kristiani:”Anda kehilangan sejumlah gereja yang indah tapi Anda memiliki sesuatu yang lebih berharga, yakni hubungan yang lebih baik dengan umat Islam”.
Mendiang Frans Seda  tentu sependapat dengan pesan Gus Dur. Karena sejak dulu, setiap anggota gereja seperti Frans justru didorong berkomunikasi dengan pihak lain, sebagaimana diamanatkanKonsili Vatikan. 
Dalam  dokumen Nostra Aetate (NA), yang merupakan salah satu dokumen penting yang dihasilkan Konsili Vatikan II, Gereja Katolik berani mengakui kebenaran agama-agama lain, seperti Islam. Bahkan menyangkut relasinya yang buruk di masa lalu dengan Islam, NA mencatat: ”Mengingat dalam peredaran zaman telah timbul pertikaian dan permusuhan yang tidak sedikit antara Islam dengan Kristen, Gereja Katolik mengajak semua pihak untuk melupakan dan berani mengusahakan saling pengertian yang jujur serta mengajak memajukan keadilan sosial, nilai-nilai moral, perdamaian dan persaudaraan antar manusia” (Dokumen Nostra Aetate, Roma 28/1/1965). 
Perbedaan Bukan Kendala
Komunikasi antara Gus Dur dan kaum Nahdliyinnya dengan gereja,  yang didalamnya ada peran Frans,semakin membaik dari hari ke hari.Perbedaan mendasar dalam ajaran iman tidak menjadi kendala.Karena sesungguhnya baik Islam atau Katolik memiliki komitmen yang sama pada kemanusiaan, meskipun ada perbedaan terkait dogma atau akidah.
Perbedaan itu memang tidak perlu diubah. Perbedaan itu justru rahmat Sang Pencipta, agar kita yang berbeda suku, ras, agama dan golongan justru bisa saling mengisi dan berbagi kebaikan.
Jadi  perbedaan tidak pernah menghapus peluang untuk membangun tali silaturahmi, persaudaran sejati dan mengupayakan hal-hal yang positif bagi masyarakat.Dengan demikian, agama tidak jatuh menjadi slogan atau terdegradasi menjadi alat untuk memecah belah umat manusia, namun memberi kontribusi positif bagi kehidupan kita.
Rasanya spirit Gus Dur atau Frans yang selalu bisa menghargai perbedaan, guna mengupayakan kebaikan bersama, masih begitu relevan dengan kondisi negeri kita hari-hari ini. Kita prihatin menyaksikan masih ada kekerasan atas nama sentimen SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) yang marak belakangan ini. Maka spirit atau ide-ide kegamaan, kemanusiaan dan kebangsaan Gus Dur atau Frans jangan ikut terkubur. Indonesia membutuhkan lebih banyak Gus Dur dan Frans Seda yang lain, agar tetap satu dalam damai, kasih dan persaudaraan, dalam NKRI  yang berdasar Pancasila.

*)Kolumnis dan Aktivis Lintas Agama