Wednesday, December 10, 2014

Opini Korupsi di Jawa Pos dan Lampung Post



Tulisan di Jawa Pos dimasukkan dalam Buku "Munir, Sebuah Kitab Melawan Lupa"(Mizan)






Dikutip Situs BBC

 



Harian BOLA


Koran SINDO 19 November 2014


Ahok, RUU Pilkada di Suara Pembaruan


Koran Tempo 5 Desember 2014


Belajar Menulis Untuk Koran atau Majalah


Pembuka 

Menulis bisa dimaknai beragam. Tapi bagi saya, menulis itu menjadi ungkapan rasa syukur pada Sang Pencipta. Bersyukur masih sehat, utuh jari jemari dan mata.Bayangkan andai kita adalah Jean Dominique Bauby,Redaktur Majalah Elle Prancis, yang menulis dengan kedipan matanya.Believe it or not.

Pernah membayangkan, bagaimana seseorang menulis buku, bukan dengan tangan atau anggota tubuh lainnya, tetapi dengan kedipan kelopak mata kirinya? Jika Anda mengatakan ini mustahil untuk dilakukan, tentu saja Anda belum mengenal orang yang bernama Jean-Dominique Bauby. Dia pemimpin redaksi majalah Elle, majalah kebanggaan Prancis yang digandrungi wanita seluruh dunia.

Tahun 1995, ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh. Ia mengalami apa yang disebut locked-in syndrome, kelumpuhan total yang disebutnya "Seperti pikiran di dalam botol". Memang ia  masih dapat berpikir jernih tetapi sama sekali tidak bisa berbicara  maupun bergerak. Satu-satunya otot yang masih dapat diperintahnya adalah kelopak mata kirinya. Jadi itulah cara dia berkomunikasi dengan para perawat, dokter rumah sakit, keluarga dan temannya.

Begini cara Jean menulis buku. Mereka (keluarga, perawat, teman- temannya) menunjukkan huruf demi huruf dan si Jean akan berkedip apabila huruf yang ditunjukkan adalah yang dipilihnya. Betapa mengagumkan tekad dan semangat hidup maupun kemauannya untuk tetap menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa.Ia meninggal tiga hari setelah bukunya diterbitkan.

Buat kita, kegiatan menulis mungkin sepele dan menjadi hal yang biasa. Namun, kalau kita disuruh "menulis" dengan cara si Jean, barang kali kita harus menangis dulu berhari-hari dan bukan buku yang jadi, tapi mungkin meminta ampun untuk tidak disuruh melakukan apa yang dilakukan Jean dalam pembuatan bukunya.Tahun 1996 ia meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan memoarnya yang ditulisnya secara sangat istimewa. Judulnya, "Le Scaphandre" et le Papillon (The Bubble and the Butterfly).

Kita bersyukur juga tak harus menulis dari penjara. Coba bandingkan dengan Pramoedya.Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, serial 4 kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia dari kertas apapun yang bisa dimanfaatkan untuk menulis.  Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang Australia dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia.

Maka bila kita masih sehat sampai sekarang, bila kita tidak dipenjara seperti Pram,  jelas sangat harus kita syukuri. Jadi acara kita  ini sebenarnya merupakan acara syukuran. Sungguh secara pribadi saya bersyukur sekaligus merasa mendapatkan sebuah kehormatan, bisa berbagi syukur atas berkat menulis bersama para dosen ekonomi syariah Unair. Socrates,  Plato,  Ibnu Sina atau Pram saja tidak pernah bicara di hadapan para dosen Unair.

Saya ingat  pengalaman ketika sakit,berhenti kuliah dan dianggap gagal.Syukurlah talenta menulis memanggil saya. Menulispun membuat serasa hidup lagi. Terimakasih Tuhan sudah memberi talenta menulis ini.Kebetulan saya sudah menulis di media sejak 1985. Sebelumnya selama di seminari, saya sudah menulis beberapa kali di media internal. Mengapa saya kok memilih menulis? Saya masih ingat ibu saya yang dukun pijet di desa Gambyok, Kecamatan Grogol, Kediri amat mencemaskan hidup saya.Karena dari 9 putra-putrinya, jari tangan saya terlalu lembut untuk ukuran seorang pria.Tapi berkat kecemasan Ibu saya yang rajin sholat, maka saya bisa menulis, bahkan sampai melewati angka 1000 artikel. 

Pentingnya Motiviasi Menulis

Menurut KBBI, motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang, sadar atau tidak sadar, untuk melakukan sesuatu  tindakan, dengan tujuan tertentu;atau usaha usaha yang dapat menyebabkan seserang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan  yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya”.

David E Hasley menyebut empat kata penting untuk direnungkan dihayati bagi orang yang memilih untuk menulis:
-Sikap : Harus punya sikap tertentu dan unik, yang berbeda dari yang lain
-Perpektif: Perlu stamina kuat dengan mau terus belajar, membaca dan berguru.Ia ibarat pohon yang tidak tumbuh dalam sehari, tapi berproses melewati hujan dan terik matahari hingga akhirnya berbuah.Tak mudah menyerh, sebagaimana perjuangan Abraham Lincoln sampai ke Gedung Putih.Ingat Elvis Presley atau JK Rowling penulis Harry Potter yang ditolak puluhan kali.Demikian juga penulis.
-Disiplin menulis:mengenal diri dan bahasa.
-Visi: kemmpuan memandang ke depan dengan daya nalar dan daya khayal.Karena punya visi, penulis tidak akan pernah kekurangan kretivitas.Ada saja ilham, ide atau apapun untuk ditulis.

Melihat itu, masihkah mau jadi penulis? Mari kita melihat ke dalam diri,  mengapa  mau datang dalam pertemuan ini? Motivasi memgang peranan 90% bagi seorang penulis untuk tetap mau menulis atau pensiun sebagai penulis. Setelah motivasi, tinggal menjadikan menulis sebagai kebiasaan. Ingat pepatah ”alah bisa karena biasa”. Orang desa, biasa mencangkul.Coba para dosen mencangkul, akan ditertawakan orang-orangan di sawah.Jadi untuk membiasaan diri menulis perlu disiplin menulis. Apalagi, kebiasaan menulis bukan kebiasaan berenang.Sekali bisa berenang, siapapun akan bisa terus berenang.Sedangkan menulis perlu terus diasah.Kalau tidak diasah dan dibiasakan dengan disiplin menulis,  bisa saja ke depan akan muncul kesulitan untuk menulis.

Dari 1985-2003 jumlah tulisan saya kurang dari 100.Paling menulis hanya 3-4 setahun.Tapi sejak 2004, tiap tahun rata-rata tulisan yang dimuat 100. Mengapa? Ketika itu saya merasa hidup kok datar saja, lalu saya menemukan buku Bagaimana Menjadi Penulis Artikel yang Produktif, karangan Wilson Nadeak, yang harganya 2800 rupiah di Dukuh Kupang Surabaya. Buku itu sungguh menggerakan saya untuk tidak berhenti menulis, sebagaimana saya tidak berhenti bernafas.Maka dalam 10 tahun ini sudah 1000 lebih tulisan saya berhasil menghiasi berbagai koran.

Kini silahkan sharingkan motivasi Anda?

Bagaimana Mulai Menulis-Umum 

Kita semua sudah bisa menulis, SMS, BBM, status facebook dsb. Konon, menulis adalah sebuah aktivitas ilmiah yang penuh dengan teori-teori ilmiah yang sangat berbelit-belit. Pantas kala membaca buku tentang kiat-kiat menulis, saya justru mumet karena betapa rumitnya untuk menjadi penulis. Jadi  teori menulis memang bisa dirumuskan dan dipelajari , tetapi dalam prakteknya belum tentu bisa berjalan dengan baik. Semakin banyak membaca tentang teori menulis, kita justru bisa semakin bingung dan terkekang untuk menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan.Tetapi jika dilakukan tanpa memperhatikan kiat-kiat menulis yang njelimet,kita justru bisa menulis dengan relatif lancar.

Namun toh kita tetap perlu tahu dasar-dasar menulis secara umum sambil secara khusus kita belajar bagaimana menulis untuk koran.

a) Mau nulis apa?-mencari dan mengumpulkan bahan;  catatan harian, pengamatan, wawancara, reportase, riset kepustakaan dan sebagainya.

b) Mencari ide tulisan: Ini perlu kepekaan. Jika kita sungguh membaca koran, ide tulisan sebenarnya “sudah ada di situ” tanpa kita perlu mencarinya. Tentunya dibutuhkan pengetahuan dan wawasan yang luas, sehingga buku harus jadi teman sejati, bukan bantal sejati.

c)Menentukan Tema:

Di sekitar kita ada terlalu banyak tema menarik sehingga kita kesulitan memilih salah satunya untuk kita angkat. Untuk mempersempit pilihan, pertimbangkan aspek signifikansi (apa pentingnya buat pembaca) dan aktualitas (apakah tema itu tidak terlampau basi). 

Untuk menentukan tema atau topik tulisan, ikuti isu yang berkembang lewat berbagai media untuk memperkaya informasi, lakukan amatan terhadap isu, berdiskusi atau temu wawancara, baca buku untuk perbanyak referensi ilmiah.

Terpenting, perhatikan pergerakan isu yang dibangun oleh media yang hendak kita tuju. Jangan sampai, kita mengirim tulisan yang tidak sesuai dengan kebutuhan media. Ada 4 cara menentukan tema tulisan, yaitu 1). Cermati editorial/tajuk rencana media yang kita tuju, 2). Cermati headline atau berita utama, 3). Cermati opini yang sudah ada, 4). Tulisan berkaitan dengan hari besar nasional. Pokoknya, tema tulisan berkaitan dengan hal-hal yang aktual.

d) Merumuskan :

Artikel atau opini yang baik umumnya ringkas (“Less is more” kata Ernest Hemingway) dan fokus. Untuk bisa menjamin  itu ditulis secara sederhana, ringkas tapi padat, pertama-tama kita harus bisa merumuskan apa yang akan kita tulis dalam sebuah kalimat pendek. Rumusan itu akan merupakan fondasi tulisan. Tulisan yang baik adalah bangunan arsitektur yang kokoh fondasinya, bukan interior yang indah  tapi keropos dasarnya.

e) Tata Bahasa dan Ejaan: Taati tata bahasa Indonesia yang baku dan benar. Apakah ejaan katanya benar, di mana meletakkan titik, koma dan tanda hubung? Apakah koma ditulis sebelum atau sesudah penutup tanda kutip (jika ragu cek kebuku rujukan Ejaan Yang Disempurnakan).

 f) Akurasi Fakta: tulisan (nonfiksi), betapapun kreatifnya, bersandar pada fakta. Apakah peristiwanya benar-benar terjadi? Apakah ejaan nama kita tuliskan secara benar? Apakah rujukan yang kita tulis sama dengan di buku atau kutipan aslinya? Apakah kita menyebutkan nama kota, tahun dan angka-angka secara benar?

g) Evalusasi-Editan final: setelah menjadi sebuah, cobalah di baca kembali apakah anda memahami tulisan tersebut. Jika ada yang kurang paham, cobalah edit kembali  hingga paham terhadap tulisan kita sendiri.

5) Karakteristik Koran  dan Menulis di Koran

Pertama, pelajari ideologi dan karakter tulisan media massa. Tiap institusi media dibangun dengan idealisme tertentu sebagai landasan filosofisnya, sehingga apapun yang ditampilkan media tersebut haruslah sejalan dengan idealisme itu.

Sebagus apapun sebuah ide, gagasan , tanpa dibungkus dengan kemasan menarik, bisa saja tak dimuat. Kemasan di sini adalah pilihan kata atau bahasa yang baik. Lagi pula, masing-masing koran memiliki karakter dan ideologi. Cara menulis di Koran Sindo, Jawa Pos, Kompas, Koran Tempo , misalnya sangatlah berbeda. Ini juga dipengaruhi oleh “selera” redaktur opini.

Harian Kompas misalnya, biasa menggunakan minimal tiga kata dalam judul dan juga tidak terlalu panjang. Sedangkan Koran Sindo lebih suka judul dengan 4-5 kata. Hal ini juga berkaitan dengan tata letak rubrik opini itu sendiri.

Berdasar pengalaman, Jawa Pos membutuhkan bahasa yang mudah dan renyah seperti kacang goreng dan tulisan lancar serta tidak perlu terlalu mendalam.Idiom bahasa Jawa, kadang boleh dipakai.

Sedangkan Kompas suka bahasa yang sopan dan baku, tidak suka bahasa yang kasar. Begitu pula dengan pilihan kata dan ideologi. Kompas adalah media massa yang nasionalis sekaligus sekuler. Pikiran-pikiran yang konservatif susah mendapat ruang di Kompas.

Untuk mengetahui karakter dan ideologi, perlu membaca koran. Amati dengan baik, angle sebuah berita, editorial ataupun artikel-artikel yang sudah dimuat. Jadikan tulisan orang lain sebagai pelajaran.

Kedua, gunakan bahasa yang lugas dan simple. Kiss alias keep it short and simple. Menulis di koran berbeda dengan menulis di jurnal atau menulis buku. Pembaca koran sangatlah luas dan lintas generasi, profesi. Karena itulah, jangan menulis yang terlalu berbelit-belit dengan teori-teori ilmiah. Buatlah kalimat seserhana mungkin untuk dipahami, dengan tetap memperhatikan diksi. Dengan menggunakan bahasa yang lugas dan sederhana, para pembaca tidak kesulitan untuk memahami. Karena itulah, hindari bahasa-bahasa spesifik keilmuan yang sangat berbelit-belit.

Ketiga, aktualitas. Koran adalah media massa yang terbit setiap hari. Karena itulah aktualitas sebuah tulisan sangat dibutuhkan. Ini berbeda dengan jurnal ataupun buku. Jika lagi musim tema haji—misalnya—menulislah tentang haji. Jika kita menulis fenomena yang sudah lampau sangat sulit mendapatkan ruang di media massa. Karena itulah, mengikuti perkembangan informasi akan selalu bermakna positif bagi para penulis yang hendak menulis di koran.

 Keempat, Argumentatif dan solutif. Bagian ini dianggap menjadi jantung sebuah tulisan opini, sebagai pembeda dari tulisan-tulisan biasa yang sifatnya reflektif semata. Dalam opini, selain reflektif, penulis harus menunjukan kebaruan ide, argumentasi ilmiah, orisinalitas alias tidak menjiplak ide terdahulu, kontekstual atau kesesuaian dengan permasalahan terkini, konstruktif agar pesan dalam tulisan bisa diserap baik oleh publik, dan memberikan solusi yang komprehensif.

Kelima, Positioning penulis. Maksudnya, penulis tampil dengan ciri khas tertentu di ruang publik. Misalkan, dikenal sebagai pakar ekonomi syariah, pakar politik, dosen filsafat, atau penulis berafiliasi dengan Ormas seperti Sekjen ICW atau orang KPK.Publik pun akan berpandangan, penulis sudah menuangkan ide sesuai kepasitas dan kompetensinya.

Keenam,  keberuntungan dan subyektivitas Redaktur Opininya. Tidak perlu berlebihan berharap agar  tulisan dimuat. Menulis, lalu lupakan saja. Ini juga sangat membantu agar tidak terlalu kecewa ketika ternyata tulisan kita tidak bisa dipublikasikan di media massa. 

Maka jelas perlu menjalin hubungan dengan redaksi/redaktur media.Tapi jangan merecoki sang redaktur.Silahkan kirim SMS atau BBM tentang tulisan yang baru dikirimkan, tapi jangan menanyakan kapan hendak dimuat. 

Ketujuh ,Pantangan.  Hindari penulisan opini seperti membuat makalah/naskah pidato/bahan kuliah, sumber kutipan tidak jelas, uraian terlalu sumir, cakupan tulisan terlalu makro atau lokal, alinea terlalu panjang, pembahasan tidak fokus, jangan kirim naskah ke dua surat kabar berbeda dalam satu waktu dll. Meski ini terkesan teknis sekali, tapi sangat penting

Kedelapan  Cara pengiriman Naskah. Cek dan perhatikan kerapihan dan struktur tulisan (ukuran font, warna font, panjang tulisan, lengkapi di akhir naskah dengan identitas kompetensi diri  dll),

Pergunakan font Times New Roman, 12, 1,5 spasi, 3-5 halaman kertas A4;
Lengkapi dengan Kata Pengantar tulisan yang ditujukan ke alamat Redaksi;

Kirim naskah melalui email ke alamat redaksi, sertakan foto diri, scan KTP, nomor rekening (ada juga koran yang meminta rekening saat tulisan Anda dipastikan terbit). Tunggu sekitar 5 hari-1 minggu, jika tak ada pemberitahuan dari redaksi, maka Anda berhak mengirim tulisan ke media lain.


Mencoba Menulis Opini  Bertema Ekonomi Syariah

Meski masih agak jarang, kini tema ekonomi syariah mulai muncul di media, seperti opini "Pertemuan OKI dan Masa Depan Ekonomi Syariah"(Junanto Herdiawan, Jawa Pos, 3 November 2014):


"KOTA Surabaya mendapat kehormatan menjadi tuan rumah pertemuan para gubernur bank sentral negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 3–8 November 2014. Bank Indonesia bertindak sebagai penyelenggara pertemuan yang akan dihadiri oleh perwakilan dari 57 negara anggota OKI.

Momen pertemuan para gubernur bank sentral negara OKI sangat strategis karena dilaksanakan di tengah kondisi perekonomian global yang belum menentu. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memprediksi, perekonomian dunia akan tumbuh lebih lambat pada 2015. Perlambatan tersebut tentu akan berdampak kepada negara-negara Islam, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pertemuan kali ini seolah ingin menegaskan bahwa krisis global di sisi lain memberikan peluang kepada tumbuh kembangnya ekonomi syariah sebagai sistem alternatif.

Ekonomi syariah terbukti memiliki ketahanan terhadap krisis karena prinsip dasar dari perekonomian tersebut adalah rahmatan lil alamin, yang lebih adil dan berhati-hati. Menurut Yusuf al-Qardhawi, ekonomi syariah adalah ekonomi berasas ketuhanan, berwawasan kemanusiaan, berakhlak, dan seimbang di antara dua kutub (kapitalisme dan sosialisme).

Pertemuan OKI tersebut juga menunjukkan perlunya keterlibatan bank sentral dalam pengembangan dan penguatan ekonomi syariah di negara masing-masing. Tugas menjaga stabilitas keuangan dan makroprudensial membutuhkan konektivitas dan kerja sama erat antarbank sentral negara Islam. Kebijakan makroprudensial juga tidak akan berjalan sempurna apabila tidak mengidentifikasi sektor-sektor yang dapat memengaruhi ekonomi, termasuk elemen ekonomi syariah, baik di sisi produksi, distribusi, maupun di sisi instrumen keuangan syariah, misalnya peranan wakaf dan zakat.

Komitmen Gubernur BI Agus Martowardojo, menjadi contoh konkret kepada para gubernur bank sentral yang lain karena memajukan ekonomi syariah tidak mungkin dilakukan tanpa mengintegrasikan antara sektor ekonomi dan sektor keuangan. Oleh karena itu, selain melakukan sidang dan pertemuan formal, rangkaian pertemuan OKI kali ini akan digandeng dengan berbagai kegiatan, misalnya simposium, bincang nasional, serta festival ekonomi syariah atau syariah expo, yang juga melibatkan pelaku UMKM dan wirausaha pesantren di Indonesia.

Beberapa hal yang juga perlu mendapat perhatian khusus dari pertemuan OKI kali ini adalah akan ditandatanganinya MoU antara BI dan Kementerian Agama tentang pemberdayaan ekonomi pesantren. Juga deklarasi bersama BI, OJK, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk melakukan percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Jatim. Tidak hanya itu, juga akan ada penandatanganan MoU antara BI dan IDB terkait dengan perumusan standar zakat core principles.

Standar zakat core principles itu menarik dicermati karena para anggota negara OKI semakin menyadari potensi penting dari zakat sebagai kekuatan ekonomi dan penyeimbang distribusi pendapatan. Potensi zakat secara global saat ini sekitar USD 600 miliar. Di Indonesia, potensi zakat sangat besar, bervariasi berdasar hitungan Rp 70 triliun hingga Rp 100 triliun. Namun, kita juga menyadari bahwa dana zakat yang bisa dimobilisasi masih sekitar 1,3–1,4 persennya.

Di sektor keuangan, perkembangan keuangan syariah di Indonesia saat ini menunjukkan tanda ke arah yang lebih baik dan produktif. Sebagai contoh di Jawa Timur, pengembangan pembiayaan bank umum syariah tumbuh signifikan dalam empat tahun terakhir; dari sekitar Rp 3 miliar menjadi Rp 18 miliar. Dilihat dari segi penggunaannya, 43 persen masih disalurkan ke sektor konsumsi. Namun, 41 persen dan 17 persen sudah disalurkan untuk modal kerja dan investasi.

Tentunya, pengembangan ekonomi syariah di Indonesia masih akan menghadapi tantangan yang berat ke depan. Pemahaman masyarakat akan berbagai instrumen syariah masih perlu ditingkatkan. Komitmen berbagai pihak untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblat ekonomi syariah dunia patut kita apresiasi. Setelah diluncurkan Gerakan Ekonomi Syariah, adanya pertemuan dan komitmen internasional menjadi sebuah fase baru dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Langkah selanjutnya adalah bagaimana membumikan ekonomi syariah lebih dirasakan dan dipahami masyarakat. Di sini, peranan pemerintah menjadi penting. Bukan hanya dari sisi legal dan formal, tetapi juga dalam keberpihakan yang riil kepada pelaku ekonomi syariah, perbankan, dan lembaga keuangan syariah.

Tentu saja peranan berbagai stakeholders, misalnya ulama, pesantren, perguruan tinggi, pengusaha, ormas Islam, dan masyarakat Islam pada umumnya, tidak kalah penting. Semoga pertemuan para gubernur bank sentral OKI kali ini dapat menjadi momentum yang baik bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia". 



Ajakan 

Saran saya, silahkan  para dosen ekonomi Syariah perlu meyakinkan pembaca betapa saat ini ekonomi syariah adalah keniscayaan dan bisa memberi manfaat bagi kehidupan. Anda pasti tahu cepatnya pertumbuhan sektor ekonomi yang berbasis syari’ah seperti perbankan syari’ah, asuransi syari’ah (takaful), lembaga keuangan mikro syariah, perhotelan, dan bisnis lainnya yang pengelolaannya dilakukan secara syari’ah.

Salah satu kebutuhan masyarakat adalah adanya penjelasan yang masuk akal serta solusi untuk keluar dari permasalahan, khususnya permasalahan ekonomi dengan solusi syariah. Penjelasan yang masuk akal akan sangat baik dijelaskan oleh para ahlinya, yakni para dosen ekonomi Syariah.


Penutup 

Kita yang terpanggil menulis berarti  kembali meneguhkan motivasi dalam menulis.Menulis perlu untuk semakin membangun tradisi tulisan. Gagasan apapun yang kita miliki tidak akan bertahan lama dan tidak memiliki jangkauan yang luas jika tidak ditulis dan dipublikasikan. Apa yang kita tulis saat ini, akan dibaca oleh ratusan tahun mendatang oleh generasi berikutnya.Kedepan, tulisan akan semakin memiliki makna ketimbang lisan. Bukankah standar ilmiah adalah menulis. Bukankah Ahmad Wahib, Soe Hoe Gie, Soekarno, Karl Marx, Gus Dur,dan yang lain masih bisa tetap hidup lewat karya-kary tulis mereka? Menulis itu abadi (Dari pengalaman pribadi dan berbagai sumber lain)