Jawa Pos 15 Mei 2009
KADO PAUS UNTUK PALESTINA
Tom Saptaatmaja*)
Paus Benediktus XVI mengunjungi Timur Tengah (8-15 Mei 2009).Pertama Paus mengujungi Jordania, lalu Israel dan Palestina.Kunjungan ini menarik. khususnya di tengah kritik atas sikap Paus yang membatalkan ekskomunikasi atas seorang uskup yang menolak kebenaran pembantaian Yahudi oleh Nazi Jerman.
Uskup itu adalah Mgr Richard Williamson, Rektor Seminari La Reja di Argentina (Jawa Pos, 12 Mei 2009). Uskup ini memang doyan mengkrtik Zionisme dan pernah berkomentar pada 2002 bahwa jumlah Yahudi yang terbunuh dalam Holocaust hanya 300 ribu dan bukan 6 juta. Juga tak ada kamar gas seperti yang selama ini dikisahkan.
Kendati meminta maaf, kecaman sudah terlanjur mengalir ke Paus Benediktus XVI karena tidak segera mengekskomunikasi Richard. Sikap Paus ini dinilai menyinggung mayoritas Yahudi di dunia dan pemerintaah Israel.Tapi Sikap Paus yang tak mengekskomunikasi Richard mendapat dukungan kalangan pro Palestina. Karena saat ini bangsa Palestina justru ditindas oleh kaum zionis atau Yahudi yang pernah menjadi korban Nazi.
Kritik Untuk Zionisme
Pernyataan Richard sama persis dengan apa yang sering dilontarkan oleh Presiden Iran Ahmadinejad.Baru-baru ini Ahmadinejad juga membuat pidato kontroversial di tengah The World Conference Against Racism (WCAR) atau KTT Antirasisme (tepatnya 20/4/2009) di Geneva, Swiss.
Dalam pidatonya, Ahmadinejad mengkritik zionisme dan proses terbentuknya Israel.dan menyebut Pemerintah Israel dari 1948 hingga 2009 sebagai pemerintahan rasis yang menjajah bangsa Palestina. Lahirnya Israel juga sarat paksaan, karena Barat mengirimkan imigran Yahudi asal Eropa dan AS dengan tujuan mendirikan pemerintahan rasis di Palestina.
Kritik Ahmadinejad sudah tentu merupakan sebuah kebenaran.Kebenaran, seperti bunyi sebuah “adagium” kadang memang pahit. Seharusnya kalau “holocaust” memang benar, Israel jangan malah membuat 6 juta warga Palestina menderita dan tersisih dari tanah kelahirannya. Tapi apa yang terjadi, tanah warga Palestina telah dirampas oleh Israel. Berdirinya Israel pada 1948, tak lepas dari peran imperialis Inggris.
Kalau toh ada “holocaust”, amat disayangkan peristiwa yang telah menodai sejarah peradaban Barat itu kiga tidak bisa menjadi pelajaran bagi para pemimpin mereka. Tata dunia baru yang telah digembar-gemborkan t, ternyata hanya retorika belaka. Karena tata dunia kita saat ini masih merupakan tata dunia lama, mengingat sistem pemerintahan yang menindas martabat manusia dan bersifat rasis seperti pemerintah Israel , masih terus ditoleransi dan justru didukung.
Kita y prihatin, mengapa Israel mempraktikkan represi terhadap bangsa Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.Malah dengan naiknya kembali PM Benjamin Netanyahu dan menlunya Avigdor Lieberman yang berhaluan kanan, hasil Pemilu pada 10 Februari 2009 prospek perdamaian di Timteng kian suram. Solusi berdirinya sebuah negara berdaulat bagi bangsa Palestina juga tinggal menjadi ilusi.
Pemerintahan Rasis Israel Terkini
Seperti diketahui, pemerintahan baru Israel saat ini dipegang oleh sosok-sosok yang dikenal rasis, seperti Lieberman atau Benjamin Netanyahu..Jangan lupa Bibi punya ayah bernama Ben-Zion Netanyahu, seorang profesor Sejarah Yahudi dan bekas pembantu senior dari Zeev Jabotinsky.Nama terakhir adalah sosok penggagas Zionisme Revisionis yang menghalalkan segala cara, termasuk cara kekerasan dan tindakan rasis untuk mengusir warga Palestina, ketika tanah Palestina ditetapkan sebagai tempat bagi berdirinya negara Israel yang harus menampung kembalinya orang Israel (dispora) dari seluruh dunia. Zeev Jabotinsky juga banyak mendirikan banyak sayap militer seperti Irgun, organisasi teroris dan militan di bawah tanah. Bibi jelas sangat terpengaruh Jabotensky.
Lagipula, Bibi nyaris tidak punya pengalaman dalam perundingan perdamaian. Sebaliknya Bibi punya pengalaman lebih banyak di bidang militer bersama dua saudaranya Yonathan dan Iddo. Ketiga Netanyahu bersaudara pernah berdinas di satuan pengintai Sayeret Matkal.Bahkan dari kajian psikologi, tampak seperti ada dendam kesumat dalam hati Bibi, mengingat kakaknya yang bernama Yonatan Netanyahu terbunuh pada Operasi Entebbe pada 1976. Pengalaman-pengalaman seperti itu jelas mempengaruhi pandangan Bibi atas bangsa Palestina.
Sedangkan Avigdor Lieberman lahir 5 Juni 1958 di kota Kishinev, Moldova.Ia pernah terlibat dalam gerakan radikal kanan rasialis ”Kach” pimpinan Rabbi Meir Kahane yang punya tujuan mengusir warga Arab atau Palestina keluar dari wilayah Israel.
Tampilnya dua sosok itu jelas akan menambah penderitaan bagi bangsa Palestina, yang sudah menderita sejak 1917, ketika nenek moyang mereka harus menyingkir dari kampung halamannya demi memberi tempat kepada para imigran Yahudi. Memang ada nuansa rasis atas bangsa Palestina di balik pemerintahan Israel dari 1948 hingga 2009.
Semoga kunjungan Paus Benediktus kali ini bisa merintis kembali proses perdamaian yang macet akibat naiknya Bibi dan Lieberman dan ada harapan bagi berdirinya negara Palestina.Vatikan termasuk setuju dengan solusi negara merdeka bagi Palestina (Jawa Pos,12 Mei 2009).Vatikan juga berkepentingan agar Yerusalem tidak terus diecnegkeram Israel sendiri, tetapi menjadi ibukota yang terbuka bagi ketiga pemeluk agama Samawi. Raja Abdullah dari Saudi saat berkunjung ke Vatikan beberapa waktu lalu sudah “sambat” agar proses Yaudisasi Al Quds(Yerusalem) dihentikan.
Tom Saptaatmaja, alumnus STFT Widya Sasana dan Seminari St Vincent de Paul, Pegiat Lintas Agama.
No comments:
Post a Comment