Kompas Jumat, 20 Maret 2009 | 05:25 WIB
ST SULARTO
Yusuf Bilyarto Mangunwijaya dan Sutan Sjahrir sama-sama
humanis. Mangunwijaya termasuk salah satu pengagum Sjahrir. Apresiasi
Mangunwijaya yang disampaikan dalam berbagai kesempatan lisan maupun tulisan
selalu merujuk Sjahrir.
Mangunwijaya dan Sjahrir memiliki filosofi dasar yang mirip.
Kemanusiaan harus dibela dengan
segala risiko. Perbedaannya, yang satu seorang rohaniwan, satunya lagi tidak
begitu hirau dengan agama. Sjahrir yang humanis menjadi korban politik
kekuasaan, sementara Mangunwijaya yang muncul kemudian menempatkan konflik
politik Sjahrir vs Soekarno dalam ungkapan yang berimbang, secara tidak
langsung merupakan nuansa humanisme. Bagi Romo Mangun, Sjahrir dan Soekarno adalah
dua tokoh nasional yang saling memperkaya dan saling melengkapi.
Paham humanisme
mempersatukan Sjahrir dan Mangun. Humanisme bukan paham yang monolitik, tetapi
berbentuk dalam berbagai model kendati semuanya mengedepankan paham dimensi
esensial manusia universal. Terbentang sejak gerakan humanisme Renaisans di
Eropa abad ke-16 hingga ke-17, humanisme kosmopolitan, humanisme Pencerahan,
hingga humanisme baru pascamodernisme, humanisme Mangunwijaya memungut unsur
positif semua humanisme.
Praksis pendidikan,
bidang yang bagi Romo Mangunwijaya merupakan bidang paling strategis untuk
penghargaan harkat kemanusiaan diperkaya sisi-sisi positif humanisme. Dari
humanisme Renaisans yang mengagungkan rasionalitas dia pungut hak dasar yang
harus dimiliki setiap anak manusia, utamanya hak pendidikan dasar bagi anak
miskin.
Sejalan dengan
humanisme baru pascamodernisme dan Pencerahan, Mangun menekankan metode
pendidikan yang mampu menumbuhkan dalam diri anak kesadaran tentang
multidimensionalitas dan pluralitas. Metode yang dianjurkan adalah metode
pencarian bersama, antara guru dan murid, metode pendidikan yang ditemukan dan
disarankan oleh tokoh-tokoh seperti Freire, Ivan Illich, Montesori; sesuatu
yang kemudian sebagai referensi praksis pendidikan yang dikembangkan SD
Mangunan dengan laboratorium Dinamika Edukasi Dasar. Anak didik adalah subyek
sekaligus obyek praksis pendidikan. Pilihan Romo Mangun menjadi salah satu
penggagas-pemikir sekaligus praktisi pendidikan bagi anak miskin merupakan
sesuatu yang tidak dipersiapkan secara sengaja. Dia memasuki wilayah itu
sebagai semacam serendipitas (serendipity) atau kecelakaan di tengah
pergulatannya mendampingi rakyat kecil.
Konsep kegunaan
Ketika praksis
pendidikan menjadi salah satu lahan pengembangan humanisme, konsep arsitektur
dia bongkar tidak sekadar hasil rekayasa bangunan, melainkan dengan konsep guna
dan citra. Dia tekankan fungsi sebuah bangunan. Istilah arsitektur dia
singkiri, diganti dengan istilah ”wastu” yang bermuatan lebih hakiki,
menyeluruh, dan berkait langsung dengan pemanusiawian manusia. Konsep kegunaan
menunjuk pada manfaat, keuntungan, dan pelayanan yang diperoleh dari bangunan.
Kebiasaan dan
keberanian menggunakan bahan-bahan lokal seperti yang selalu dipraktikkan Romo
Mangun, termasuk juga dalam memanfaatkan teknologi lokal menggunakan tenaga
sekitar, dengan tidak meninggalkan sentuhan modern, dari sisi lain merupakan
bentuk representasi lain keberpihakan pada peningkatan harkat manusia miskin. Ditempatkan
dalam zaman kini, dengan penekanan kepentingan aspek ekonomi sebagai panglima,
maka ada kecenderungan mengukur kemanusiaan dan arsitektur sebatas aspek
ekonomi. Konsep ini, menurut Romo Mangun, berarti mereduksi aspek kehidupan
yang seharusnya merupakan sesuatu yang utuh dan membangun relasi kebersamaan
dengan sekitar.
Panelis yang
arsitek sekaligus penerus fanatik gaya Mangunwijaya merefleksikan beberapa ciri
yang disebutnya sebagai pesan sekaligus roh yang ingin disampaikan atas nama
humanisme.
Obsesi
kemanusiaannya tidak saja diwujudkan dalam konsep bangunan, gagasan, dan
praksis pendidikan, tidak hanya lewat berbagai seminar dan khotbah di gereja,
tidak hanya dalam novel-novelnya, tetapi juga dalam segala kegiatan praksis
politik advokasi. Advokasinya untuk rakyat Kedungombo dan pinggir Kali Code
menegaskan keberpihakan, termasuk dukungannya pada ide federalisme dan
reformasi Indonesia.
Romo Mangun
berpolitik, tidak berpolitik dalam arti mencari, membesarkan, dan melanggengkan
kekuasaan sebagai virtue yang dianjurkan Machiavelli. Dalam berpolitik Romo
Mangun menampilkan hati nurani sebagai bagian integral dari perpolitikan demi
kesejahteraan umum, kemaslahatan, dan kebaikan bersama.
Semua kegiatan
dan perjuangan Romo Mangun perlu dibaca sebagai keberpihakan yang tulus kepada
manusia miskin, tersingkir, dan tergusur. Seorang panelis berspekulasi,
sekiranya tidak berlatar belakang seorang rohaniwan, tidak mustahil ia
menggunakan marxisme sebagai senjata untuk membela kaum tertindas. Karena iman
Katolik-lah terutama, Romo Mangun mengkritik PKI, sebuah partai yang tidak
pernah mau mengakui Sjahrir sebagai politikus yang bersih dan jujur.
Meski sangat
kritis terhadap perkembangan negeri ini, Romo Mangun optimistis di tengah
pesimisme rakyat kecil. Ia masih membayangkan pada tahun 1998, tanggal 26 Mei,
beberapa hari setelah Soeharto melengserkan diri, membabak dua tahap Indonesia
tampil sebagai negara besar setelah sekian tahun sia-sia membuang energi. Di
usia 100 tahun Sumpah Pemuda, tahun 2020 dan 205 di usia 100 tahun Indonesia
Merdeka, katanya, negeri ini akan mencapai a truly democratic Indonesia has
taken shape. Semata-mata kemerdekaan politik tidak cukup. Kemerdekaan sejati
adalah kemerdekaan seluruh warga secara penuh dalam iklim demokrasi yang
memberi keadilan kepada semua warga tanpa pilih kasih.
Warisan yang ditinggalkan, setelah 10 tahun Romo
Mangunwijaya ”berangkat” adalah sebuah buku yang terbuka dengan halaman-halaman
kosong untuk diisi oleh generasi kemudian; kalimat-kalimatnya masih koma, yang
tidak saja perlu diperkaya, diaktualisasikan, tetapi juga perlu dilaksanakan.
Tantangan atas dehumanisme ada di depan mata! Praktik pemerintahan yang kurang
berpihak pada rakyat akan memperparah keterpinggiran kita, tidak saja oleh sisi
negatif globalisasi anak kandung neoliberalisme tetapi juga oleh keterpicikan
berseteru di antara kawan sendiri! Melik nggendong lali!
No comments:
Post a Comment