Kehadiran dan keberadaan agama di dunia sering kali menampakkan wajah ganda (double face). Di satu sisi, agama mengajarkan kerukunan, toleransi dan perdamaian.
Di sisi lain, agama juga sering kali menjadi sumbu pemicu lahirnya konflik, pertentangan, dan peperangan antar sesama manusia. Maraknya aksi kekerasan dan perusakan tak jarang dilatarbelakangi oleh sentimen keagamaan. Niat menyebarkan agama justru menciptakan perpecahan. Seakanakan tak ada konflik dan perang yang paling panjang dan berdarah selain perang antar kelompok agama.
Di sinilah kemudian agama dicaci dan dimusuhi.Apakah cara pandang dan sikap memusuhi agama ini kemudian membuatnya lenyap? Bagaimana sikap yang harus dikembangkan ketika melihat wajah agama dipersepsikan sebagai sumber konflik? Untuk mendedahnya, buku Agama Punya Seribu Nyawa ini hadir di hadapan pembaca.
Karya dari Komaruddin Hidayat ini mengulas ihwal posisi keberadaan agama di dunia yang cukup problematis tersebut. Keberadaannya sering dituduh sebagai kambing hitam penyebab konflik dan peperangan. Sejarah kemudian mencatat kemunculan gerakan yang memusuhi dan berusaha melenyapkan agama. Paham komunisme dan ateisme berdiri membangun doktrin dan ideologi untuk mengubur agama.
Tokoh semisal Lenin dan Marx menyusun argumen rasional- ilmiah untuk memfalsifikasi kebenaran ajaran agama. Mereka sepakat menyatakan anti Tuhan dan menganggap bahwa dalil,keyakinan dan pengalaman keagamaan adalah palsu.Agama tak lebih dari sekadar khayalan orangorang frustrasi dan kalah bersaing dalam perjuangan politik dan ekonomi. Menurut mereka,agama adalah jalan pelarian dari kekalahan.
Agama menawarkan hiburan berupaproyeksidanharapanpalsu tentang surga di masa depan agar tetap survive dan beban hidup menjadi ringan. Anggapan ini diperkuat dengan kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dinilai ampuh menjawab segala problematika zaman.Tuhan dianggap sudah tidak lagi dibutuhkan.Laju modernisasi dan industrialisasi akan dengan sendirinya melenyapkan pe-ran agama.
Agama justru dianggap menjadi sumber masalah sosial (social problem maker) dan bukan menjadi bagian dari solusi masalah (a part of solution). Bagaimana tidak,dengan dalih membela Tuhan dan dakwah amar makruf nahi mungkar, berbagai cara halal dilakukan, meski dengan pertumpahan darah sekalipun.Keyakinan atas nama Tuhan dibawa untuk memenangkan sebuah peperangan.
Bahkan, perang tersebut diyakini sebagai perang suci (holy war). Sebuah sikap menyucikan dan memuliakan pertumpahan darah antar sesama hamba Tuhan. Namun, cara pandang dan kecaman yang menyerang agama tidak membuat agama ditinggalkan oleh pemeluknya. Beragam teori dan prediksi yang bermaksud membunuh pemikiran dan gerakan keagamaan ternyata kandas.
Demikian pula,banyak persoalan hidup yang tidak bisa dijawab oleh ilmu pengetahuan modern, lalu dilimpahkan pada agama. Keberadaan agama adalah sebagai obat luka di kala manusia dirundung duka. Agama ibarat pelita hati pembimbing manusia mengarungi samudra kehidupan yang penuh tantangan.Kehidupan justru menjadi semakin bermakna ketika agama dipahami dan diamalkan secara benar.
Wajah agama yang demikian inilah yang diyakini dan dibela keberadaan dan kebenarannya. Agama tidak pernah mati dan lenyap. Dorongan seseorang untuk beragama tidak mungkin mati karena setiap manusia menerima ruh ilahi yang senantiasa merindukan Tuhannya.
Joko Wahyono
Adalah pustakawan,
tinggal di Yogyakarta
No comments:
Post a Comment