Sumber indonesia.ucanews.com
Oleh Pastor Joseph Kim Yong-hae SJ, Guru Besar Filsafat di Universitas Sogang yang dikelola Yesuit di Seoul dan direktur Institut Kehidupan dan Budaya.
Musim semi merupakan musim dimana tumbuh-tumbuhan mulai mekar kembali, yang menunjukkan alam terbangun dari tidurnya di tengah peralihan dari musim dingin ke musim panas.
Selama musim itu dalam beberapa bulan terakhir, Korea telah mengalami terlalu banyak peristiwa memilukan. Namun, di satu pihak merasa senang karena tragedi tersebut telah berkurang.
Seorang mahasiswa dibunuh akibat perselisihan dalam chatting online, tingkat aborsi yang jumlahnya dua kali angka kelahiran, serta angka bunuh diri tertinggi di antara negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan merupakan beberapa hal yang turut memberikan kesan bahwa masyarakat Korea telah menjadi mangsa budaya kematian dan keputusasaan.
Dalam 60 tahun terakhir sejak gencatan senjata yang menghentikan Perang Korea, negara itu telah menjadi negara industri, penjunjung demokrasi dan telah mengambil tempatnya sebagai kekuatan ekonomi global. Namun, negara ini masih menghadapi tantangan sosial yang parah.
Pembangunan ekonomi bisa dengan mudah terpengaruh oleh kolonisasi dengan sistem yang berpihak keuntungan di atas segalanya.
Kapitalisme liberal membuat Korea tidak membina hubungan yang interaktif di kalangan masyarakat. Sebaliknya, masyarakat mengutamakan kepentingan pribadi.
Masyarakat tidak bisa sepakat tentang bagaimana mengatasi pengangguran yang meningkat. Ideologi mengalahkan norma-norma dan mencegah orang menghormati hak asasi manusia dan hak untuk menghargai perbedaan pendapat.
Negara ini melakukan kontrol kuat terhadap masyarakat, terutama terkait masalah keamanan nasional dan rekonsiliasi Utara dan Selatan.
Selain itu, dengan mendorong keamanan demi kesejahteraan seluruh rakyatnya, negara itu dianggap mencari kepentingan sendiri, membuat perjanjian perdagangan bebas yang menguntungkan bangsa asing, serta proyek pembangunan, yang sedikit memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, atau upaya untuk menginjak-injak kebebasan pers dengan menempatkan dalam melayani kepentingan politik dan bisnis yang kuat.
Sebagai bagian dari memenuhi janji kebebasan dan modernisasi setelah puluhan tahun terjadi pergolakan perang dan sosial, maka masyarakat perlu disadarkan guna menghargai kesejahteraan seluruh rakyat.
Gereja memiliki sebuah kewajiban untuk memberikan kontribusi sendiri untuk masalah ini.
Saya memimpikan sebuah masyarakat dimana keragaman dihormati dan pemahaman terhadap orang lain didorong.
Saya juga bermimpi sebuah masyarakat dimana Gereja ingat bahwa misinya adalah membawa kabar baik tentang kasih dan keadilan kepada orang-orang yang berusaha untuk membangun negara itu dengan berakar pada penghormatan dan pelestarian hidup, bukan budaya keputusasaan dan kematian.
Judul asli "Society must foster respect for life"
No comments:
Post a Comment