Endang Suarini*), Jawa Pos 8 Juni 2012
Sejak digelar pertama kali pada 1960 di Prancis dengan Uni Sovyet sebagai
juara, ajang empat tahunan Piala Eropa atau Euro selalu menyita perhatian. Para
penggemar sepak bola di dunia, termasuk di Tanah Air pasti tak akan melewatkan
satu pertandinganpun di ajang Euro 2012 yang mulai berlangsung 8 Juni hingga 1 Juli 2012 di Polandia dan
Ukraina.Inilah untuk pertama kalinya, dua negara Eropa Timur bertindak sebagai
tuan rumah, mengingat sebelumnya perhelatan akbar bola ini selalu berlangsung
di negara-negara Eropa Barat. Tidak heran slogan Euro kali ini adalah
”Creating History Together”( Rubrik Euro 2012, Jawa Pos, 1 Juni 2012, hal 21).
Para komentator atau analis bola ”dadakan” pasti akan banyak muncul, mengulas
strategi, teknik dan prediksi pertandingan.Para politisi, pejabat pemerintah,
akademisi, pengusaha, pasti akan membicarakan Euro. Bahkan pengurus di dua PSSI
kita juga akan membicarakan Euro, di tengah ancaman sanksi FIFA untuk negri kita.
Tentu saja para buruh di negri ini, khususnya yang doyan bola, akan
berjuang mati-matian untuk bisa menyaksikan Euro. Mengingat rata-rata,
pertandingan dimainkan tengah malam atau dini hari waktu Indonesia, dijamin
akan banyak buruh tidak maksimal dalam bekerja selama perhelatan Euro.
Para buruh memang bukan pemain bola, yang ikut bermain di ajang sepak bola
akbar Euro kali ini. Namun jangan lupa perhelatan sepak bola yang kerap disebut
sebagai Piala Dunia mini itu, tak akan mungkin berlangsung tanpa kontribusi para
buruh.Ini bukan melebih-lebihkan peran buruh. Ada cukup banyak jejak buruh yang
bisa dilihat.
Serikat Buruh Solidaritas
Misalnya negara Polandia, bisa menjadi salah satu tuan rumah karena
dibangun di atas perjuangan para buruh.
. Kita mungkin masih ingat, berkat perjuangan tanpa kekerasan dari
Serikat Buruh "Solidarnosc" (Solidaritas) yang dipimpin Lech Walesa sepanjang
dekade 1980-an, rezim komunis bisa
diruntuhkah. Kota Gdanks,salah satu dari empat kota tuan rumah Euro adalah
saksi runtuhnya rejim komunis negri itu.
Bahkan dunia mencatat, Walesa yang semula buruh di bagian listrik di
galangan kapal kemudian dianugerahi
Nobel Perdamaian (1983) dan menjadi Presiden (1990-1994). Ketika berkunjung ke
negri kita pada 2010, Walesa pernah mengatakan, demokrasi tak ada artinya jika
banyak pengangguran atau upah buruh terus rendah, karena para buruh
sesungguhnya merupakan benteng terkuat negara.
Yang pasti berkat demokrasi yang dibangun di atas perjuangan para buruh, Polandia
kini menjadi negara demokratis. Di tengah krisis utang negara-negara Eropa Barat,
ekonomi Polandia ternyata cukup stabil. Stabilitas
ekonomi itu terlihat dari kemampuan Polandia membangun infrastruktur dan segala
pernak-pernik untuk Euro. Untuk membangun 4 stadion di kota Warsawa, Gdansk,
Poznan dan Wroclaw beserta pengeluaran
lainnya, pemerintah Polandia harus mengeluarkan sekitar USD 10,3 Milyar atau Rp
90 trilyun. Misalnya stadion Warsawa, yang secara resmi dibuka untuk publik
pada 29 Januari 2012 lalu dan dipakai untuk partai pembuka Euro, kabarnya
menelan biaya hingga 500 juta euro atau hampir Rp 6 triliun.
Ketika pembangunan stadion dan fasilitas pelengkap lainnya, di situlah
banyak dimanfaatkan tenaga dan pemikiran para buruh, seperti kuli bangunan,
tukang,dsb. Dengan etos kerja keras, para buruh Polandia sudah lama dikenal
sebagai buruh yang menghargai pekerjaan.Terlebih didorong semangat
nasionalisme, yakni apa yang para buruh kerjakan demi keharuman nama bangsa, nyaris semua
hal yang dibutuhkan oleh Polandia selaku
tuan rumah, mampu dipenuhi.
Memang pernah sempat merebak kecemasan ketika pada Hari Buruh awal Mei lalu,
para buruh mengancam akan mengganggu jalannya Euro, bila pemerintah Polandia tetap
meneruskan kebijakan memperpanjang batas
usia pensiun sekaligus memotong beberapa
hak pensiun para buruh.Namun Perdana Mentri Polandia Donald Tusk akhirnya bisa
meredam amarah para buruh, lewat dialog
dengan para pemimpin serikat buruh.
Sukacita Bola
Ancaman amarah itu kini berubah jadi sukacita ketika perhelatan bersejarah
Euro dilansungkan.Tentu sukacita bola bukan hanya milik para buruh Polandia
atau Ukraina. Tapi juga para buruh di seluruh dunia. Maklum, menjadi olah raga
favorit, sepak bola juga sudah menjadi industri yang menyerap banyak tenaga
kerja di mana-mana.
Akhirnya, bagi para buruh di Tanah Air, Euro juga pasti akan membawa
sukacita tersendiri. Perhelatan akbar bola ini akan jadi ”intermezzo” atau
selingan yang menghibur di tengah bergam masalah, seperti mahalnya harga-harga kebutuhan pokok, di
tengah gaji buruh yang rendah. Makanya para buruh jangan bermimpi
seperti Christiano Ronaldo atau pemain
bola Eropa yang digaji Rp 2 Milyar per pekan. Andai gaji 100 buruh di sini dikumpulkan semua sepanjang 100 tahun, masih
tidak akan mampu mencapai jumlah Rp 2 Milyar itu.
Nah, daripada tidak bahagia
memikirkan gaji rendah, mari kita nikmati saja semua laga selama Euro, yang
ternyata juga ada sentuhan keringat para buruh.
*)Aktivis Buruh di Sidoarjo
No comments:
Post a Comment