Restu Iska Anna Putri*)
“Football is business and
business is money “(Rinus Michels,1928-2005)
Itulah adagium yang dilontarkan
pelatih asal Belanda Rinus Michels yang sukses menggondol banyak piala, di
antaranya Piala Eropa untuk Belanda (1988). Adagium itu terasa kebenarannya, di era industri sepak bola dewasa ini.
Bahkan adagium itu relevan sekali dengan Euro 2012 kali ini. Lepas dari
beragam kepentingan politik, adu gengsi atau motif lainnya, Euro merupakan
ajang yang menyita dan menjanjikan banyak uang, khususnya bagi 16 negara
peserta dan tentu saja bagi sang calon juara.
Bagi dua tuan rumah, uang untuk menghelat Euro jelas besar. Meski Polandia
dan Ukraina masuk kategori ”developing country” (negara berkembang), mereka
pasti tidak mau menyia-nyiakan kepercayaan, sejak ditunjuk sebagai tuan rumah
oleh Union of European Football Association (UEFA) pada 18 April 2007.
Dan kepercayaan membutuhkan uang.
Ukraina menggelontorkan anggaran USD 25 milyar (Rp 225 triliun) untuk membangun infrastruktur, seperti 4
stadion dan berbagai fasilitas pendukung.Sedangkan Polandia mengeluarkan USD
10,3 miliar (Rp 90 triliun).
Untuk insentif bagi 16 peserta dan juara Euro, UEFA di bawah presiden
Michel Platini juga menyiapkan uang kompensasi menggiurkan, yakni sebesar 196
juta euro atau setara dengan Rp 2,35 trililun. Coba bandingkan dengan dana
pembangunan mega proyek untuk sport centre Hambalang sebesar Rp 1,1175 triliun.
Adapun distribusi untuk masing-masing peserta dan juara Euro sebagai
berikut : untuk setiap peserta mendapat 8 juta euro. Lalu, setiap kemenangan di
penyisihan group mendapat 1 juta euro, draw setengah juta euro. Lolos ke
perempat final dapat 2 juta euro, lolos ke semifinal dapat lagi 3 juta euro,
sedangkan lolos jadi juara meraih 7,5 juta euro. Jadi jika perjalanan sebuah
timnas dari babak penyisihan hingga final ada 6 pertandingan, maka total uang
yang akan diraih sang kampiun Euro 2012 mencapai 23,5 juta euro arau Rp 282
miliar.
Jumlah insentif sebesar itu bisa ditutup dari beragam sponsor, tiket penonton, tayangan
televisi dan internet. Bahkan panitia masih bisa untung besar. Bayangkan,
hampir 90% Piala Eropa 2008 sudah menjadi sponsor Euro 2012. Belum lagi
sejumlah brand global yang sudah menandatangani kontrak sponsorhip. Sedangkan
untuk tiket, dalam perhelatannya yang ke-13 ini, panitia Euro menyediakan
setidaknya 1,4 juta tiket untuk 31 pertandingan. Harga tiket Euro 2012 yang
dibagi dalam tiga kategori. Harga tiket yang paling murah berkisar antara 30
euro atau sekitar 370 ribu rupiah. Sedangkan tiket termahal adalah 600 euro
atau Rp 4, 45 juta.
Kita juga belum menghitung di sektor merchandising atau broadcasting dsb yang
perputaran uangnya pasti tidak kecil.
Indonesia termasuk beruntung, karena kita bisa menikmati tayangan langsung
gratis di televisi. Di banyak negara, termasuk di Eropa sendiri, setiap penonton siaran langsung, juga harus
keluar kocek sendiri Begitulah sepak bola Eropa sudah menjadi bisnis yang
menggiurkan dengan perputaran uang yang luar biasa besar.
Krisis Utang dan Uang Eropa
Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana perputaran uang besar itu masih berjalan
di tengah krisis utang di Eropa hari-hari ini? Pertanyaan inilah yang mendorong
sebagian kalangan di Eropa melakukan protes. Mereka menilai Euro 2012 sebagai
ajang pamer uang dan kekayaan yang tidak bermoral di tengah kondisi krisis
utang yang terparah dalam sejarah Eropa.Bahkan krisis utang ini sekarang sudah
menjalar menjadi krisis politik yang pelik.Jerman misalnya sedang menjaga jarak
dengan Ukraina.Kanselir Jerman Angela Merkel tidak akan datang ke Ukraina,
bahkan ketika timnas Jerman bermain.
Krisis terjadi karena kesalahan desain Uni Moneter Eropa (EMU) yang
menggunakan euro sebagai alat tukar mulai 1 Januari 1999 bagi 17 negara anggota
ditetapkan oleh Bank Sentral Eropa (ECB) yang didirikan tahun 1998.
Mengingat terikat pada satu mata uang
euro, masing-masing negara anggota jelas tidak bisa melakukan devaluasi eksternal dengan mengubah
nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang asing.Krisis ini bermula dari
Yunani yang terjerat banyak utang, sebagaimana dialami Spanyol, Portugal
dan Italia. Krisis makin pelik, karena
Yunani mencoba keluar dari EMU dan memakai mata uang lamanya ”drachma”. Rencana
keluarnya Yunani dari zona euro (Grexit) akan menimbulkan banyak efek domino.
Simak saja krisis Eropa kini mulai menjalar ke negri kita. Ini terlihat
pada transaksi barang dan jasa ataupun lalu lintas modal dalam neraca
pembayaran kita, baik langsung maupun tak langsung, lewat mitra dagang, seperti
India dan Tiongkok.Rupiah kita juga tertekan.Ekspor kita merosot, sedangkan
impor terus melonjak.
Namun Presiden UEFA Michel
Platini menegaskan ”Euro 2012 must go on”, sebab sepak bola adalah sepak bola. Krisis ekonomi atau utang Eropa
tanggungjawab para pemimpin negara, bukan tanggung jawab UEFA. Sebagian dari
kita mungkin sangat setuju dengan
Platini. Bila terus memikirkan krisis, kapan kita akan bisa menghibur diri?
Euro 2012, ajang yang jelas menyuguhkan hiburan segar di tengah krisis dan
masalah apapun.
*)Praktisi Keuangan dan Perbankan sekaligus Penggemar Bola di Balikpapan
No comments:
Post a Comment