Sunday, June 24, 2012

Euro, Euforia, Eureka


Agus Luthfi Rohman ; Mahasiswa Pascasarjana IAIN Sunan Ampel,
Alumnus Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo
Sumber :  REPUBLIKA, 20 Juni 2012



Tahun 2012 ini, Polandia Ukraina menjadi tempat perhelatan Piala Eropa (Euro), kompetisi sepak bola paling akbar antarne gara di Benua Biru itu. Pertarungan antarjawara telah lolos babak kualifikasi. Pesta sepak bola hanya terjadi empat tahun sekali di Benua Eropa.

Para suporter dari seluruh penjuru Eropa berbondong-bondong menuju satu titik di mana kompetisi itu dihelat untuk mendukung timnas mereka bahkan tidak sedikit juga suporter luar Eropa--dari seluruh penjuru dunia-yang ikut nimbrung untuk mendukung tim kesayangan atau untuk sekadar menyaksikan pertandingan menuju puncak tertinggi kejuaraan tersebut. Eropa saat ini menjadi “surga“ bagi para pesepak bola profesional. Hal ini tidak terlepas dari “nikmat-nikmat surga dunia“ yang mereka dapatkan sebagai “balasan“ atas apa yang mereka tunjukkan di atas lapangan.

Berangkat dari hal ini, banyak dari para pesepak bola seantero planet Bumi ini yang tergiur dengan iming-iming tersebut. Gaji selangit, popularitas, karier, dan hal-hal yang mampu membuat manusia seperti mabuk kepayang bisa mereka dapatkan hanya dengan bermodalkan keahlian dalam mengolah bola.

Apalagi setelah banyak bukti nyata dari para senior mereka yang telah lebih dulu terjun ke dalamnya yang mampu memperbaiki taraf hidup. Olahraga yang dulu hanya sekadar hiburan, kini telah menjadi industri. Pemain yang dulunya sangat miskin menjadi sangat kaya, dari anak jalanan menjadi anak gedongan, dari hidup yang penuh masalah kesederhanaan kini menjadi glamor dengan gelimang harta benda yang supermewah. Praktis hal ini semakin membuat para pesepak bola di luar benua tersebut iri dan kepincut untuk mengikuti jejak mereka.

Piala eropa yang dihelat Juni-Juli ini telah sukses mencuri perhatian dunia.
 Kompetisi yang merupakan ajang terbesar kedua setelah Piala Dunia mampu menyedot perhatian besar masyarakat. Kompetisi ini mampu mengalahkan kompetisi dari benua lainnya.

Hal ini, menurut penulis, adalah imbas dari banyaknya pesepak bola-pesepak bola top yang membanjiri dan merata di daratan Eropa. Disamping pengaruh image yang sudah terpatri di pikiran masyarakat bahwa liga-liga di benua Eropa adalah liga-liga yang berkualitas. Karena itu, banyak pesepak bola dari berbagai negara berebut untuk bisa bermain di liga Eropa, seperti Liga Primer Inggris, La Liga Spanyol, Bundesliga Jerman, Eredivisie Belanda, Liga Prancis, dan lainnya.

Bak sebuah keniscayaan bahwa pertandingan-pertandingan Piala Eropa selalu banyak disaksikan bahkan secara langsung maupun siaran tunda. Perhelatan Piala Eropa menjadi salah satu bentuk euforia tim yang telah lolos babak kualifikasi, yang klimaksnya adalah ketika salah satu tim berhasil menjuarai turnamen tersebut. Ketika hal itu terjadi maka atmosfer klimaks euforia itu tidak hanya terasa di Polandia-Ukraina tempat final Euro akan digelar saja, namun juga di negara tempat jawara itu berasal dan di penjuru dunia yang turut mendukung tim jawara.

Sepak bola pada masa kini menjelma menjadi salah satu olahraga yang paling populer dan digandrungi hampir seluruh penduduk Bumi. Di antara mereka ada yang terpengaruh oleh sekelilingnya, ada juga yang memang penikmat dan pecinta olahraga ini. Dan, ada pula yang hanya sekadar ikut-ikutan daripada menjadi orang asing di lingkungan sendiri. Situasi seperti ini dimanfaatkan dengan baik oleh orang-orang yang melek dan memiliki kepekaan tinggi dalam hal bisnis. Karena banyaknya demand, otomatis supply juga akan diperbanyak dan profit akan terus menanjak sehingga hal ini menjadi lahan penghasil uang bagi mereka.

Lagi-lagi, penulis ingin berandaiandai dengan menggambarkan sepak bola sebagai “agama baru“ yang muncul di muka bumi. Dalam “agama“ ini, tim-tim sepak bola menjadi sekte-sekte atau aliran-alirannya, pelatih tim berperan sebagai kiai atau pasturnya, asisten pelatih dan staf sebagai ustaz atau biarawannya, para pemain yang dilatih sebagai santri atau muridnya, fans sebagai pengikut aliran-aliran tersebut.

Holligan, Ultras, dan sebutan lain untuk suporter fanatik diandaikan sebagai pengikut garis kerasnya, lapangan sebagai tempat ibadahnya. “Agama“ ini menyerukan kekompakan, persatuan, dan menihilkan perbedaan walaupun pada praktiknya banyak sekali kasus yang terkait individualisme, perselisihan, dan rasisme.

Di dalamnya juga terdapat perintah dan larangan yang apabila dilanggar akan mendatangkan hukuman atau balasan, seperti perintah untuk berdisiplin dalam latihan yang apabila tidak dikerjakan akan mendatangkan “dosa“ yang berakibat pada hukuman berupa skors atau tidak dimainkan. Dan, seperti larangan untuk melakukan tackle keras yang bila dilakukan akan mendapatkan ganjaran berupa kartu peringatan.

Sepak bola bagaikan “agama“ unik yang statistik jumlah penganutnya terus meningkat yang terdiri dari berbagai agama dan elemen masyarakat, “agama“ yang menghibur dan menyenangkan para pecintanya. Bahkan, bisa membuat para suporter yang fanatik lupa akan kewajiban-kewajiban agamanya. ●

No comments: