Monday, June 25, 2012

KERINGAT PARA BURUH DI EURO 2012


Endang Suarini*), Jawa Pos 8 Juni 2012

Sejak digelar pertama kali pada 1960 di Prancis dengan Uni Sovyet sebagai juara, ajang empat tahunan Piala Eropa atau Euro selalu menyita perhatian. Para penggemar sepak bola di dunia, termasuk di Tanah Air pasti tak akan melewatkan satu pertandinganpun di ajang Euro 2012 yang mulai berlangsung  8 Juni hingga 1 Juli 2012 di Polandia dan Ukraina.Inilah untuk pertama kalinya, dua negara Eropa Timur bertindak sebagai tuan rumah, mengingat sebelumnya perhelatan akbar bola ini selalu berlangsung di negara-negara Eropa Barat. Tidak heran slogan Euro kali ini adalah ”Creating History Together”( Rubrik Euro 2012, Jawa Pos, 1 Juni 2012, hal 21).

Para komentator atau analis bola ”dadakan” pasti akan banyak muncul, mengulas strategi, teknik dan prediksi pertandingan.Para politisi, pejabat pemerintah, akademisi, pengusaha, pasti akan membicarakan Euro. Bahkan pengurus di dua PSSI kita juga akan membicarakan Euro, di tengah  ancaman sanksi FIFA untuk negri kita.

Tentu saja para buruh di negri ini, khususnya yang doyan bola, akan berjuang mati-matian untuk bisa menyaksikan Euro. Mengingat rata-rata, pertandingan dimainkan tengah malam atau dini hari waktu Indonesia, dijamin akan banyak buruh tidak maksimal dalam bekerja selama perhelatan Euro.

Para buruh memang bukan pemain bola, yang ikut bermain di ajang sepak bola akbar Euro kali ini. Namun jangan lupa perhelatan sepak bola yang kerap disebut sebagai Piala Dunia mini itu, tak akan mungkin berlangsung tanpa kontribusi para buruh.Ini bukan melebih-lebihkan peran buruh. Ada cukup banyak jejak buruh yang bisa dilihat.

Serikat Buruh Solidaritas

Misalnya negara Polandia, bisa menjadi salah satu tuan rumah karena dibangun di atas perjuangan para buruh.  . Kita mungkin masih ingat, berkat perjuangan tanpa kekerasan dari Serikat Buruh "Solidarnosc" (Solidaritas) yang dipimpin Lech Walesa sepanjang dekade 1980-an,  rezim komunis bisa diruntuhkah. Kota Gdanks,salah satu dari empat kota tuan rumah Euro adalah saksi runtuhnya rejim komunis negri itu.

Bahkan dunia mencatat, Walesa yang semula buruh di bagian listrik di galangan kapal  kemudian dianugerahi Nobel Perdamaian (1983) dan menjadi Presiden (1990-1994). Ketika berkunjung ke negri kita pada 2010, Walesa pernah mengatakan, demokrasi tak ada artinya jika banyak pengangguran atau upah buruh terus rendah, karena para buruh sesungguhnya merupakan benteng terkuat negara.

Yang pasti berkat demokrasi yang dibangun di atas perjuangan para buruh, Polandia kini menjadi negara demokratis. Di tengah krisis utang negara-negara Eropa Barat, ekonomi Polandia ternyata cukup  stabil. Stabilitas ekonomi itu terlihat dari kemampuan Polandia membangun infrastruktur dan segala pernak-pernik untuk Euro. Untuk membangun 4 stadion di kota Warsawa, Gdansk, Poznan dan  Wroclaw beserta pengeluaran lainnya, pemerintah Polandia harus mengeluarkan sekitar USD 10,3 Milyar atau Rp 90 trilyun. Misalnya stadion Warsawa, yang secara resmi dibuka untuk publik pada 29 Januari 2012 lalu dan dipakai untuk partai pembuka Euro, kabarnya menelan biaya hingga 500 juta euro atau hampir Rp 6 triliun.

Ketika pembangunan stadion dan fasilitas pelengkap lainnya, di situlah banyak dimanfaatkan tenaga dan pemikiran para buruh, seperti kuli bangunan, tukang,dsb. Dengan etos kerja keras, para buruh Polandia sudah lama dikenal sebagai buruh yang menghargai pekerjaan.Terlebih didorong semangat nasionalisme, yakni apa yang para buruh  kerjakan demi keharuman nama bangsa, nyaris semua hal  yang dibutuhkan oleh Polandia selaku tuan rumah, mampu dipenuhi.

Memang pernah sempat merebak kecemasan ketika pada Hari Buruh awal Mei lalu, para buruh mengancam akan mengganggu jalannya Euro, bila pemerintah Polandia tetap meneruskan kebijakan  memperpanjang batas usia pensiun sekaligus  memotong beberapa hak pensiun para buruh.Namun Perdana Mentri Polandia Donald Tusk akhirnya bisa meredam amarah para  buruh, lewat dialog dengan para pemimpin serikat buruh.

Sukacita Bola

Ancaman amarah itu kini berubah jadi sukacita ketika perhelatan bersejarah Euro dilansungkan.Tentu sukacita bola bukan hanya milik para buruh Polandia atau Ukraina. Tapi juga para buruh di seluruh dunia. Maklum, menjadi olah raga favorit, sepak bola juga sudah menjadi industri yang menyerap banyak tenaga kerja di mana-mana.

Akhirnya, bagi para buruh di Tanah Air, Euro juga pasti akan membawa sukacita tersendiri. Perhelatan akbar bola ini akan jadi ”intermezzo” atau selingan yang menghibur di tengah bergam masalah, seperti  mahalnya harga-harga kebutuhan pokok, di tengah gaji buruh yang rendah. Makanya para buruh jangan bermimpi seperti  Christiano Ronaldo atau pemain bola Eropa yang digaji Rp 2 Milyar per pekan. Andai  gaji 100 buruh di sini  dikumpulkan semua sepanjang 100 tahun, masih tidak akan mampu mencapai jumlah Rp 2 Milyar itu.

Nah, daripada tidak bahagia memikirkan gaji rendah, mari kita nikmati saja semua laga selama Euro, yang ternyata juga ada sentuhan keringat para buruh.

*)Aktivis Buruh di  Sidoarjo

No comments: